Aplikasi Sistem Informasi Hidrogeologi Cekungan Bandung

Di Cekungan Bandung, pasti sudah ada ratusan atau bahkan ribuan sumur bor yang terdaftar, belum yang tidak terdaftar atau bahkan yang ilegal. Sumur-sumur bor yang terdaftar, untuk mengajukan izin pembuatan atau perpanjangan, harus melampirkan rencana konstruksi sumur, salah satunya adalah log sumur, yang dipakai untuk menentukan di kedalaman mana saringan/screen akan dipasang, atau dengan kata lain dari akifer mana air akan diambil. Akifer adalah lapisan yang menyimpan dan mampu melewatkan air.

Di Cekungan Bandung ada beberapa lapisan akifer. Ada lapisan akifer dangkal dan lapisan akifer dalam. Geometrinya cukup kompleks karena terbentuk dari perselingan endapan gunungapi. endapan kipas aluvial, dan endapan danau-rawa. Masing-masing endapan ini tidak selalu saling berhubungan, membentuk endapan yang pelamparannya luas. Seringkali endapan-endapan ini hanya berupa kantung-kantung (patches) yang hubungan antar satuannya itu menjari atau membaji.

Konsumsi air tanah di Cekungan Bandung sudah masuk dalam tahap mencemaskan. Pemompaan berlebih dari akifer dalam mengakibatkan akifer yang dulu sifatnya artesis, kini muka air tanahnya lebih rendah daripada batas atas lapisan (Hutasoit, 2009). Ekstraksi air tanah berlebih telah mengakibatkan penurunan ekstrim. Di beberapa tempat bahkan menyentuh hingga 23 cm/tahun (Abidin dkk, 2012).

Dalam rangka melindungi akifer, kita harus memahami geometri akifer kita. Hanya dengan begitu kita bisa membuat strategi pemantauan yang jitu, yang tepat guna. Data yang kita butuhkan untuk memahami geometri akifer sudah ada, yaitu data sumur-sumur bor yang sudah begitu melimpah kita punya.

Penelitian mengenai geometri akifer Cekungan Bandung terbaru dilakukan oleh Pak Bambang Sunarwan (2014) Dalam disertasinya, Sunarwan mengembangkan unit hidrostratigrafi di Cekungan Bandung berdasarkan parameter hidrolik, hidrokimia dan isotop. Hebatnya disertasi ini adalah keterbukaan akses. Artinya semua bisa melihat, membaca, dan mengakses datanya. Lisensi datanya adalah cc-by. Dalam lisensi ini, pengguna data dapat menggunakan dan mengadaptasi data dalam format apapun untuk kebutuhan apapun.

Karena keterbukaan datanya, saya bisa menggunakan data ini untuk mengembangkan aplikasi sederhana Sistem Informasi Hidrogeologi Cekungan Bandung. Ada sekitar 100 sumur yang saya jadikan data dasar. Data yang saya miliki adalah data log litologi dan log resistivitas. Kedua data ini bisa dijadikan sebagai dasar untuk menginterpretasi lapisan pembawa air/akifer. Berikut adalah tampilannya.

Aplikasi ini saya kembangkan berbasis R. Sebenarnya saya sudah membuat aplikasi webnya di menggunakan shinyapps.io, https://malikarrahiem.shinyapps.io/Malik_Apps/ . Tapi akun saya gratisan, hanya bisa diakses total 10 jam. Jadi sementara saya matikan. Akan dinyalakan nanti kalau mau ketemu dosen pembimbing.

Aplikasi pertama saya ini terbatas kemampuannya. Di dalam aplikasi, hanya ditampilkan titik-titik sumur. Jika kita mengeklik sumur, maka di layar sebelah kanan akan muncul log litologi dan resistivitas.

Dalam bayangan saya nanti, kita bisa menambah informasi yang ditampilkan. Misal formasi batuan X ada di kedalaman berapa, hidrostratigrafi Y ada di kedalaman berapa, dan seterusnya. Kita juga bisa menambah informasi lain seperti parameter hidrolik, hidrokimia, atau juga data isotop.

Latar belakangnya juga bukan cuma gambar Kota Bandung saja, tapi bisa juga ditambahkan poligon hidrogeologi yang didigitasi dari Peta Hidrogeologi Bandung. Bisa juga peta geologi, peta geomorfologi, atau juga peta tata guna lahan.

Selain itu, saya juga akan menampilkan penampang. Misal pengguna ingin membuat penampang di antara titik-titik tertentu, maka aplikasi akan menampilkan seperti gambar di bawah ini.

Tak cuma tampilan 2 dimensi, saya juga sedang mengembangkan model 3 dimensi unit hidrostratigafi di Cekungan Bandung. Melalui tampilan 3 dimensi, yang juga akan ditampilkan dalam webGIS ini nanti, pengguna bisa melihat model 3 dimensi dan memainkannya. Memutar-mutar, memperbesar, memperkecil, menambah dan mengurangi lapisan yang ingin ditampilkan, dll. Tapi ini masih belum ada yang bisa ditunjukkan jadi semoga segera bisa saya kerjakan.

Melalui sistem informasi hidrogeologi ini, saya berharap orang-orang menjadi lebih mudah untuk memahami sistem hidrogeologi Cekungan Bandung. Dengan memahami maka akan timbul rasa memiliki dan keinginan untuk menjaga. Selain itu, keterbukaan data juga akan mendorong tata kelola air tanah yang lebih transparan.

Saya menyadari bahwa ini masih panjang dan perlu tekad kuat serta konsistensi untuk mewujudkannya. Semoga Allah berikan saya kekuatan untuk menyelesaikan apa yang sudah saya mulai.

Bismillah

Mengeplot Log Sumur dan Resistivitas dalam Penampang Menggunakan R

Sejak beberapa tahun lalu, dosen saya di GL ITB, Pak Dasapta Erwin Irawan sangat rajin menulis tentang R. Sejujurnya saya tidak pernah benar-benar mengerti tentang R, kecuali selentingan-selentingan bahwa software ini sangat powerful dan bisa digunakan untuk mengolah data yang sangat besar.

Tapi kemudian saya mulai merasakan hebatnya R. Untuk kebutuhan tesis, saya harus mengolah data sekitar 100 sumur. Dari sumur-sumur ini saya harus membuat banyak penampang geologi. Membuat penampang geologi ini super ribet. Apalagi jika pakai cara manual. Mengeplot satu per satu di milimeter blok. Wah stres!

Sebelum saya mencoba R, saya mencoba mencari piranti lunak gratis yang bisa dipakai untuk kebutuhan menganalisis log sumur. Sayangnya kebanyakan piranti lunak yang ada itu berbayar. Atau kalau pun ada, saya harus menginvestasikan waktu saya untuk ngulik softwarenya, yang entah saya akan pakai atau ngga nanti setelah lulus.

Karena itu saya kemudian memutuskan untuk mengulik R, dan belajar mengeplot data saya di R. Dengan harapan bahwa saya bisa mengotomatisasi proses pembuatan penampang ini. Sekaligus memahami kehebatan program ini.

Hasilnya jenius! Skrip saya bekerja seperti sihir. Data saya yang 15 ribu baris bisa dimodifikasi sesuka hati tanpa rasa takut mengubah data utama. Saya bisa mengeplot sangat banyak penampang sekaligus. Kemudian jika saya ingin menginterpretasi, saya bisa print dan menyeketsa penampang geologinya di sana.

Sekarang saya belum bisa membuat penampang geologi yang ada interpretasi antar sumur di R. Yang bisa saya lakukan hanya mengeplot data sumurnya saja. Tapi saya yakin di software canggih ini, sudah ada atau akan ada orang yang bisa juga bikin penampang geologi lengkap dengan lapisan-lapisan, sesar, dan simbol litologinya. Hanya saya saja yang belum nemu orangnya atau caranya.

Gambar di atas itu adalah plot litologi dan resistivitas dari salah satu penampang yang ada dalam data saya. Plot di atas dibuat menggunakan paket Tidyverse, yang di dalamnya ada paket ggplot2 dan dplyr. Setelah plot ini jadi, nanti tinggal kita tarik-tarik interpretasi stratigrafinya, voilaa jadilah penampang geologi!

Hebatnya lagi karena basisnya adalah kode, maka kalau saya mau bikin penampang yang lain, saya tinggal modifikasi kodenya. Saya bisa pilih penampang saya mau lewat sumur mana saja, lalu jalankan kodenya. Maka jadilah plot sumur kita.

Jenius memang R. Sekali coba, nagih rasanya! Ayo ngulik R!

Kalau mau coba, berikut kodenya:
Mungkin ada juga yang berminat memodifikasi biar kodenya lebih taktis dan singkat.

library(ggplot2)
library(tidyverse)
library(dplyr)

Logs <- read.csv(file = “Complete_Logs.csv”, header = TRUE)
Logs P_AB <- Logs %>%
select(KodeSumur, TopElev, BotElev, Litologi, KodeLito, R) %>%
filter(KodeSumur %in% c(“P33”, “P47”, “P4”, “P28”, “P24”, “P67”, “P80”))

P_AB$KodeSumur_f =factor(PenampangAB$KodeSumur, levels = c(“P28”, “P24”, “P67”, “P33”, “P47”, “P4”, “P80”))

ggplot(data = P_AB, mapping = aes(x=KodeSumur, y= 1, fill=KodeLito )) +
geom_col(position = position_stack(reverse = TRUE), width= 0.5)+
scale_y_reverse()

ggplot()+
geom_rect(data = P_AB, mapping = aes(xmin=BotElev, xmax=TopElev, ymin=0, ymax= 50, fill= KodeLito))+
facet_wrap(~KodeSumur_f, ncol = 7)+
geom_line(data= P_AB, mapping = aes(x= TopElev, y= R))+
theme_bw()+
coord_flip()

Memahami Urban Heat Island di Bandung Menggunakan Google Earth Engine

Hari Rabu nanti, 17 Juli 2019, kakak saya, Muhamad Riza Fakhlevi, akan mempresentasikan makalah kami yang berjudul “Analisis Fenomena Pulau Panas Perkotaan di Kota Bandung Menggunakan Google Earth Engine”. Makalah ini kami daftarkan ke Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2019 (Sinasinderaja), yang akan diselenggarakan di Margo Hotel, Depok.

Saya pernah membahas mengenai apa yang kami tuliskan dalam makalah ini dalam tulisan Bandung Hareudang. Tulisan ini adalah kelanjutan dari tulisan tersebut, juga merupakan rangkuman dari apa yang akan kami presentasikan nanti di Depok.

Kenapa Harus Riset Urban Heat Island (UHI)?
UHI ini isu penting perkotaan. Menurut Bank Dunia 52% penduduk Indonesia tinggal di perkotaan. Tahun 2025, diperkirakan persentasenya akan meningkat hingga 68%. Kota sebagaimana yang kita tahu, suhunya lebih panas karena ketiadaan pepohonan. Selain itu dengan ancaman perubahan iklim, kota semakin terancam tidak mampu menanggulangi panas ekstrim, yang di beberapa tempat terbukti mematikan.

Di Eropa misal, pada tahun 2003 terjadi gelombang panas mematikan yang menewaskan hingga 70 ribu orang! (Jean Marie Robin dkk, 2008)

Oleh karena itu, penting bagi setiap kota untuk memahami karakteristik daerahnya. Penting untuk setiap kota memahami variasi spasial dan temporal suhu di daerahnya, sehingga bisa mengantisipasi segala macam kemungkinan.

Urban Heat Island di Bandung
Penelitian UHI di Bandung sudah sangat banyak. Misal penelitian dari Tursilowati (2005) yang menyatakan bahwa perubahan suhu di Bandung terjadi akibat perubahan peruntukan lahan. Penelitian lain misal dari Paramita dan Fukuda (2014) yang menyatakan bahwa terjadi perubahan panas yang signifikan di daerah urban di Bandung. Penelitian lain misal adalah makalah tesis dari Inu Kusuma Wardana dari ITC, Twente (2015) yang menggunakan data satelit untuk membandingkan suhu dan tutupan lahan di Kota Bandung sejak tahun 1994 hingga tahun 2014. Widya Ningrum dan Narulita (2018) menyatakan bahwa suhu rata-rata Kota Bandung meningkat sebesar 1,3 derajat Celcius antara tahun 2005-2016.

Dari sekian banyak penelitian ini, lantas apa yang berbeda dari makalah kami?

Kami mencoba cara baru mengolah data citra satelit. Biasanya untuk meneliti suhu permukaan, orang membandingkan citra satelit dari tahun-tahun tertentu. Misal satu gambar dari 2005, satu gambar dari 2010, kemudian satu gambar dari 2015, lalu dibuat perubahannya, kecenderungannya, dan lain sebagainya. Orang harus mengunduh citra satelit, kemudian menggunakan piranti lunak pengolah data citra satelit, seperti ArcGIS, Erdas, SNAP, QGIS, dll.

Cara ini tentu valid dan sudah mapan. Sudah sangat banyak penelitian suhu permukaan dilakukan dengan cara ini. Tapi cara ini punya kelemahan, yaitu tidak bisa menganalisis data yang sangat banyak, karena keterbatasan kemampuan komputer memproses data.

Apalagi di zaman sekarang, ketika data citra satelit semakin tinggi resolusi spasial dan resolusi temporalnya. Di zaman sekarang, di era Big Data yang semua serba cepat dan serba internet. Cara yang saya sebut di atas semakin tertinggal sehingga kita harus pindah ke cara baru, yaitu dengan memanfaatkan komputasi awan.

Apa itu komputasi awan?

Komputasi awan adalah sebuah teknik menggunakan jaringan internet untuk menyimpan, mengatur, dan memproses data, alih-alih menggunakan jaringan lokal atau komputer pribadi kita.

Di bidang inderaja, ada Google Earth Engine (GEE) yang memberikan layanan gratis pemanfaatan komputasi awan untuk mengolah data citra satelit. Komputasi awan ini sangat powerful. Komputer super google mampu mengolah data ratusan bahkan ribuan gigabyte dengan cepat. Kita hanya tinggal menulis naskah pemrograman yang berisikan perintah-perintah yang ingin dikerjakan, lalu komputer GEE akan melakukannya dan kita akan diberikan hasilnya.

Dengan menggunakan komputasi awan GEE, kami bisa menganalisis 125 citra satelit Landsat 8 di daerah Cekungan Bandung dari tahun 2013 hingga sekarang. Semuanya dilakukan dengan GEE.

Data dan Metodologi
Hebatnya GEE adalah berbasis kode. Para pengembang GEE atau mereka yang sudah mempublikasikan makalahnya tentang GEE, biasanya membagikan kode mereka. Karena kode ini dibagikan, orang bisa melihat dan mempelajari kode ini.

Kami mengadaptasi kode yang dikembangkan seorang peneliti dari Amerika bernama Anthony Cak. Ia melakukan penelitian Land Surface Temperature di Amazon. Kodenya ia bagikan di githubnya. Saya mengirim surel kepada Pak Cak ini untuk meminta izin menggunakan dan memodifikasi kodenya. Beliau mengizinkan.

Kode dari Cak, kami modifikasi dan kode ini bisa diakses pada tautan berikut. Di dalam kode ini terdapat banyak fungsi, misal fungsi menentukan area penelitian, fungsi menghitung nilai Normalized Difference Vegetation Index (NDVI), fungsi memilih jenis satelit, interval penelitian, filter awan, dll. Kode ini juga kami terjemahkan sebisa mungkin agar bisa dipahami oleh semua orang. Data-data dan kode kami simpan di dalam repositori yang bisa diakses semua orang di tautan berikut: https://github.com/malikarrahiem/urbanheatislandbandung.git

Hasil dan Diskusi
Tak banyak hal baru yang kami temukan dalam penelitian ini. Hampir semua hasil merupakan hal yang lumrah dipahami semua orang. Suhu di Bandung lebih panas daripada daerah di sekitarnya. Suhu di kota lebih panas daripada suhu di hutan kota, dan suhu di hutan kota lebih panas daripada suhu di hutan.

peta persebaran suhu permukaan tanah Kota Bandung tahun 2013-2018

Hal baru yang kami tunjukan adalah bahwa hal ini bisa diperoleh dengan waktu waktu singkat saja. Sekali klik Ctrl+Enter menggunakan Google Earth Engine. Hebatnya lagi data ini dapat dengan mudah dimodifikasi dan jika Anda berminat, Anda bisa praktikkan di mana saja di seluruh dunia.

Prasyaratnya tentu adalah kemampuan memahami cara bahasa pemrograman Java bekerja. Tapi sebenarnya itu juga bukan hal yang sulit karena sudah begitu banyak tutorial dan panduan tersedia.

Dengan menggunakan GEE, kami bisa memangkas waktu sangat banyak, tanpa perlu komputer yang hebat atau kapasitas harddisk yang besar. Kami tidak perlu mengunduh apa pun. Kami hanya perlu akses internet agar bisa mengakses Google Earth Engine dan voilaa, skrip kami berjalan seperti sihir.

Hal lain yang kami temukan adalah bagaimana pentingnya replikabilitas dari suatu penelitian ilmiah. Kami belajar dan mengulik bagaimana naskah Java Anthony Cak bekerja, bagaimana teori yang melandasinya, dan kami bisa membuat makalah ini dengan begitu mudahnya. Dan Anda pun pasti bisa. Kami sadar pentingnya keterbukaan data dan pentingnya memberi kemudahan orang mengakses dan mereplikasi penelitian kita. Ini mempercepat perkembangan sains dan akan memberi keuntungan bagi semua orang.

Big Data Remote Sensing dan Sustainable Development Goal
Melalui penelitian ini, kami ingin menunjukkan bahwa komputasi awan bisa merevolusi teknik pengolahan data citra satelit. Kita tidak lagi terbelenggu oleh kapasitas komputer. Kita bisa mengolah data yang begitu besar, asal kita tahu data kita mau diapakan dan kita mampu menerjemahkan keinginan kita itu ke dalam bahasa yang dimengerti oleh GEE, yaitu bahasa pemrograman Java.

Kita bisa membuat satu naskah yang sama, tapi misal untuk seluruh Indonesia. Kita bisa membuatnya untuk menganalisis data dengan interval panjang bertahun-tahun. Batasan kita hanyalah imajinasi. Ketika kita mampu berimajinasi cara mengolah data, maka kita bisa melakukannya. Kita hanya perlu berkreasi dan berinovasi.

Dalam dunia yang penuh tantangan dan kewajiban kita untuk mewujudkan Tujuan Pembangungan Berkelanjutan 2030, kita harus memanfaatkan segala fasilitas yang ada. Kita harus memanfaatkan big data inderaja yang luar biasa besar. Tapi kita begitu terbatas dalam memanfaatkan big data jika kita masih menggunakan cara-cara lama yang konvensional.

Kita perlu cara-cara baru. Kita perlu teknik-teknik mutakhir, dan makalah kami ini bertujuan untuk menunjukkan itu.

Semoga bermanfaat.

Salam

Silakan mampir di repositori makalah ini di:

https://github.com/malikarrahiem/urbanheatislandbandung.git

Tutorial Membuat GIF Citra Satelit dengan Sentinel-Hub

Adakah yang tertarik bikin GIF kaya gini? Silakan baca lanjutan tulisan saya ini. Saya mau berbagi cara bikin GIF citra satelit.

Perkembangan pengolahan data citra satelit itu luar biasa cepat. Sekarang di zaman 4.0 di mana semua terkoneksi jaringan internet cepat, sudah gak zaman lagi mengolah di komputer sendiri. Data citra satelit yang luar biasa gede itu harus diolah di server dengan teknologi komputasi awan.

Di bidang inilah Amerika dan Eropa bersaing ketat. Google Earth Engine, milik Google sudah lama berjaya. Perusahaan ini mengumpulkan data citra satelit dan menyediakan komputer super mereka untuk algoritma pemrograman yang dibuat oleh pengguna.

Eropa tak mau kalah. ESA dengan Copernicusnya meluncurkan Sentinel-Hub, suatu layanan mengolah data citra satelit, terutama misi Sentinel agar bisa digunakan semua orang. Yang sekarang akan saya sedikit jelaskan bagaimana kita bisa pakai Sentinel-Hub ini untuk hal yang sederhana: membuat GIF.

Pertama buka laman Sentinel Hub https://apps.sentinel-hub.com/eo-browser/

Kurang lebih hasilnnya begini

Silakan mendaftar. Tenang jangan khawatir ini gratis.

Setelah daftar langsung masuk. Login.

Gambarnya sama tapi di bagian kiri atas akan ada nama kita sebagai pengguna.

Langsung tekan huruf i di pojok kanan atas untuk tahu fitur-fitur apa saja yang tersedia dalam layanan ini.

Di panel sebelah kiri kita bisa lihat jenis-jenis data apa yang bisa kita yang bisa kita pakai. Ada Sentinel-1 yang menyediakan data tanpa terpengaruh cuaca dan waktu. Bisa siang dan malam. Ada Sentinel 2 yang menyedikan gambar bumi beresolusi tinggi (satelit ini seperti memotret bumi dari kejauhan). Jenis satelit ini optikal, jadi sangat terpengaruh oleh awan dan cahaya.

Kemudian ada Sentinel-3 yang mirip Sentinel-2 tapi resolusi spasialnya lebih rendah, tapi waktu kunjungan ulangnya lebih rapat daripada Sentinel 2. Setiap 2 hari terdapat data Sentinel 3 yang baru.

Ada juga Sentinel 5P yang menyediakan data pengukuran atmosfir, iklim, ozon, radiasi UV, SO2, NO2, dll. Selain itu ada satelit lain seperti Landsat, Envisat, MODIS, Proba-V, dan GIBS yang gak akan saya bahas.

Di tutorial ini kita akan coba main dengan data Sentinel-2, tepatnya data Sentinel-2 L1C, silakan google sendiri bedanya apa. Kurang lebih Sentinel-2 L2A itu sudah dikoreksi, kalau Sentinel-2 L1C itu belum dikoreksi. Ketersediaannya lebih banyak sentinel-2 L1C, makanya kita akan pakai yang itu. Data Sentinel-2 ini tersedia sejak Juni 2015.

Kita akan bikin GIF letusan Gunung Krakatau seperti yang saya tampilkan di atas.

Di panel sebelah kanan, pilih gambar Mark Point of Interest, bentuknya mirip tanda seru yang ada bolong di tengahnya. Tandai satu titik di mana saja di sekitar Gunung Krakatau.

Selanjutnya centang hanya Sentinel-2 dan centang L1C. Lalu ganti cloud coverage ke misal 30%. Atur juga tanggal pencarian misal ke Juni 2015.

Klik search yang berwarna kuning di bawah. Hasilnya kurang lebih seperti ini:

Hasilnya kurang lebih seperti ini

Pilih gambar yang mana saja. Tapi usahakan yang cakupan awannya paling rendah. Saya pilih yang paling atas. Tertanggal 2019-06-27, cakupan awan 0.65%.

Hasilnya kurang lebih seperti ini

Silakan bermain visualisasi dengan memanfaatkan pilihan-pilihan yang sudah ada. Kita bisa ganti-ganti juga datasetnya ke L2A yang sudah dikoreksi atau L1C. Silakan coba-coba.

visualisasi True Color untuk menunjukkan bagaimana citra terlihat dengan mata normal
Visualisasi false color untuk menunjukkan fitur-fitur yang ingin dilihat. Misal kita ingin membedakan daerah berpohon dengan daerah tidak berpohon

Jika Anda senang dengan gambar yang Anda punya, bisa langsung disimpan dengan mengeklik di panel sebelah kanan kedua dari bawah. Judulnya download image.

Ada tiga pilihan, basic, analytical, atau high-res print. Saya biasa pilih analytical. Lalu pilih image format JPG kalau cuma untuk gambar biasa. Atau pilih TIFF untuk gambar bergeoreferensi. Pilih juga resolusi gambar, misal High Resolution.

Silakan unduh gambar yang Anda kehendaki.

Untuk membuat GIF, tekan tombol yang ada di bawah download image. Judulnya Create Timelapse Animation.

Pilih jangka waktu yang dikehendaki, dan limit cakupan awan. Misal Tsunami Krakatau terjadi sebelum tahun baru 2019, maka pilih gambar dari awal bulan November (konon sejak November pun Krakatau sudah batuk-batuk), dan pilih hingga akhir bulan Januari (2018-11-01 sampai 2019-01-31) dengan cakupan awan misal 100% (tidak disaring). Klik gambar kaca pembesar (search).

Cek bagian bawah yang ada tulisan Speed frames/s. Perhatikan ada 1/37 yang berarti ada 37 gambar tersedia. Kita bisa atur berapa gambar yang ditampilkan dalam gif setiap detiknya. Misal 2 frames/second. Play!

Di kumpulan gambar kita masih ada gambar-gambar yang seperti ini. Gambar-gambar yang tidak kita kehendaki karena tertutup awan harus kita saring. Caranya mudah. Di panel sebelah kiri, cukup matikan centang. Kemudian gambar tidak akan ditampilkan dalam GIF.

Saya hanya pakai 9 gambar dari 37 gambar yang tersedia. Hasilnya kemudian saya unduh dan saya tampilkan sebagai berikut

Perhatikan tanggal 29 Desember 2018, Gunung Krakatau mulai berubah morfologinya. Setelah tahun baru, kita bisa amati danau kawah baru yang terbentuk dengan warna kecoklatan di pantainya. Konon ini karena oksidasi material gunungapi yang baru terpapar atmosfer.

Demikian tutorial singkat menggunakan Sentinel-Hub dari saya. Semoga teman-teman yang membaca bisa mengaplikasikan dan bersedia berbagi apa yang teman-teman kerjakan.

Salam

Google Earth Engine: Salah Satu Piranti Lunak yang Harus Dikuasai Ahli Kebumian

Ada banyak kemampuan penting yang harus dikuasai oleh seorang ahli kebumian. Selain kemampuan lapangan, kemampuan memahami medan juga sangat penting. Salah satu cara paling mudah untuk memahami medan penelitian adalah dengan melakukan penginderaan jarak jauh. Menerawang lokasi penelitian tanpa perlu menginjakkan kaki ke lapangan. Kemampuan ini amat sangat penting bagi ahli kebumian jaman now.

Minggu lalu saya ikut block course Penginderaan Jarak Jauh (Remote Sensing). Block Course ini adalah salah satu kelas yang diampu oleh pengajar tamu dari luar TU Darmstadt. Programnya dipadatkan selama 1 minggu dari jam 9 sampai jam 4 sore. Pengajarnya seorang calon Doktor di bidang Inderaja dari Universitas Zaragoza, Spanyol.

Ada fakta penting yang menarik untuk dicermati terkait bidang ini. Di langit sana, ada ratusan atau ribuan satelit beterbangan mengorbit bumi. Dari mulai Satelit Sputnik dari Rusia yang merupakan satelit pertama yang diluncurkan ke angkasa, hingga Satelit Palapa kebanggaan bangsa Indonesia. Satelit-satelit ini terbang dengan berbagai tujuan; telekomunikasi, militer, riset, dan lain sebagainya. Salah satu satelit, yaitu Landsat yang diluncurkan NASA, sejak 1972 mengorbit bumi dan secara konsisten merekam gambar-gambar permukaan bumi.

Yang menarik lagi satelit ini tidak cuma merekam gelombang warna yang kasat mata (visible wave), tapi juga bisa merekam gelombang warna tak kasat mata. Setiap objek di muka bumi memiliki karakter pemantulan (Reflectance Signature) cahayanya masing-masing, yang kemudian memungkinkan kita untuk mengidentifikasi objek yang terekam dalam gambar.

Tabel yang menunjukkan karakter reflektansi tanaman. Perbedaan karakter reflektansi ini dapat digunakan untuk membedakan tanaman-tanaman sehingga luas tutupan tanaman ini dapat kita ukur. Sumber

Jika kita melakukan validasi di lapangan, kemudian menjadikan titik validasi tersebut sebagai acuan bagi piranti lunak untuk mengidentifikasi suatu bentang alam, maka piranti lunak kita bisa mengidentifikasi area yang sangat luas dengan konsistensi yang baik.

Memahami materi ini, kemudian saya ingat petuah mentor saya di Bandung dulu

Lik, lu harus belajar Earth Engine. Barang bagus itu!

Mbah Rendi

Setelah mendapat petuah ini dulu, saya beberapa kali mencoba Earth Engine dan melihat video serta tutorial. Tapi saya tidak paham kegunaan dan cara memanfaatkannya. Baru setelah kuliah ini saya paham.

Kenapa Google Earth Engine ini penting?

Data inderaja itu besar. Jika kita mengunduh dari Earth Explorer-nya USGS misal, satu data itu bisa sampai 1 GB. Artinya untuk memproses data ini, kita perlu komputer yang tangguh. Itu baru satu area, bagaimana kalau kita mau menganalisis satu Pulau Kalimantan misal, atau satu Benua Eropa?

Nah Google Earth Engine ini jawabannya.

Google punya akses ke hampir semua data-data satelit yang bisa kita akses gratis. Saking besarnya data yang mereka punya, unit datanya bukan lagi Giga atau Tera, tapi Petabyte, 1 PB = 1000 TB = 1000.000 GB. Earth Engine tidak hanya menyediakan data saja, tapi mereka juga memberi kita peluang untuk menggunakan komputer super Google untuk menganalisis data yang kita inginkan.

Kuncinya cuma satu: kemampuan membuat skrip (script) Java (entah apa padanannya script, rasanya naskah kurang pas). Kita bisa membuat skrip ini untuk memerintahkan komputer Google menganalisis data-data yang kita mau.

Hasilnya keren!

Misal studi Tutupan Hutan Global yang dipimpin oleh Matt Hansen dari Universitas Maryland. Mereka menggunakan Google Earth Engine untuk mengetahui perkembangan tutupan hutan di seluruh dunia, baik daerah yang kehilangan tutupan hutan atau daerah yang tutupan hutannya justru bertambah. Studi ini dipublikasikan di Jurnal Science, dan sangat mengagumkan karena bisa menganalisis semua benua, kecuali Antartika dan beberapa pulau di Kutub Utara. Studi ini mencakup area seluas 128.8 juta km2, yang setara dengan 143 miliar piksel data dengan resolusi spasial 30 meter. Ini tidak mungkin bisa dilakukan jika menggunakan komputer biasa.

Peta Perubahan Lanskap Hutan Karya Matt Hansen dkk. Sumber

Lantas kenapa saya bilang ahli kebumian harus menguasai kemampuan ini?

Google Earth Engine ini gratis. Penggunanya belum banyak, komunitasnya berkembang. Saya sudah mencoba beberapa baris kode dan tidak terlalu sulit juga untuk belajar. Permasalahan sangat banyak di Indonesia yang bisa dibantu penyelesaiannya dengan pemahaman spasial dan temporal yang lebih baik.

Kita bisa mengukur perubahan bentang alam di mana-mana. Kita bisa hitung ekspansi perkebunan ke lahan sawit. Kita bisa hitung area habitat orangutan yang terancam. Kita bisa mengetahui di mana daerah kering dan di mana daerah basah, serta bagaimana perkembangan setiap tahunnya. Kita bisa ukur luas kebakaran hutan, dan banyak aplikasi-aplikasi lainnya.

Tapi yang paling utama adalah karena teknologi ini sangat canggih. Kita cukup duduk di warnet yang tidak perlu spesifikasi komputer canggih, lalu tinggal merangkai kode. Kita bisa simpan dan lanjutkan lagi kemudian hari di komputer kantor atau di rumah. Tidak perlu lagi membawa komputer-komputer super yang berat dan menyiksa punggung. Kita bisa kerja di mana saja (asal ada internetnya).

Ayo mari mencoba!

Berbagi Ilmu di Kuliah Tamu

Di Institut Geosains Terapan (Institut für Angewandte Geowissenschaften) TU Darmstadt, setiap minggunya diadakan kuliah tamu, mengundang saintis-saintis dari seluruh dunia. Minggu lalu, yang hadir adalah Profesor Emeritus dari Stanford, Profesor Martin Reinhard yang mempresentasikan tentang kontaminan organik di Singapura, minggu ini kami kehadiran Dr. Georg Houben dari Badan Geologi Jerman (BGR) yang mempresentasikan tentang eksplorasi air tanah di Namibia.
Peserta kuliah tamu ini mahasiswa, dosen, dan umum. Mahasiswa sarjana untuk lulus wajib hadir dan meminta tanda tangan dosen di lembar kehadiran (seperti lembar kolokium di GL ITB). Yang menarik dari kuliah tamu ini saya kira adalah antusiasme dari dosen-dosen untuk hadir dan mendengarkan presentasi yang disampaikan. Saya melihat dosen, baik yang muda dan yang sudah sangat sepuh sekali pun hadir, menyimak, dan bertanya dalam sesi diskusi. Seringkali pertanyaannya bahkan sangat serius hingga diskusi harus dilanjutkan setelah kelas selesai. 
Yang mengagumkan lagi adalah bahwa kuliah tamu ini diadakan pada pukul 17.15 (CET), yang artinya di musim dingin sekarang hari sudah gelap, dan orang-orang “seharusnya” sudah kehilangan konsentrasinya untuk menyimak pelajaran. Tapi tetap, orang-orang datang menunjukkan antusiasmenya.
Kuliah kemarin oleh Dr. Houben dari BGR sangat menarik, karena bagi saya sebagai mahasiswa hidrogeologi, semua teknik yang dipelajari dalam perkuliahan dibahas dan diaplikasikan dalam riset eksplorasi air tanah di Namibia. Detilnya bisa dilihat di laman ini.
Saya kira program seperti ini sangat menarik juga untuk dilaksanakan di Indonesia. Sekarang yang ada hanya kolokium yang biasa diselenggarakan oleh Pusat Survei Geologi atau oleh Badan Geologi. Saya kira bagus juga kalau universitas yang mengadakan dan mengundang peneliti dari universitas lain. Ini bakal membuka wawasan mahasiswa untuk lebih paham di kampus lain atau di instansi riset itu penelitiannya seperti apa dan juga membuka peluang kerja sama yang lebih baik lagi.
Jangan terlalu banyak saling bersaing, berdebat, tapi kurang berkolaborasi.

Main dengan Story Maps ESRI

Saya sering banget memikirkan gimana caranya memvisualisasikan hasil survey biar kelihatan canggih. Baru minggu ini dapat jawabannya. Ternyata ESRI menyediakan fitur Story Maps. Di sini kita bisa bikin blog atau cerita tapi berbasis peta. Kalau pernah lihat liputan tsunami palu yang dirilis sama Kantor Berita Reuters, nah yang kaya gitu dibikin basisnya Story Maps.

Contohnya web map saya ini, judulnya Geowisata Bandung Barat Daya, yaitu titik-titik geowisata yang saya kunjungi beberapa tahun lalu. Lokasinya di selatan Pegunungan Rajamandala dan di bagian lain Genangan Saguling.

Ada sekitar 30 titik. Malas kalau ditulis satu per satu, tapi siapa juga yang mau baca kalau digabungkan semua dalam satu tulisan. Maka menampilkan dalam bentuk web map ini paling mantap.

Dari sini saya kepikiran untuk mengembangkan peta ini jadi lebih oke lagi. Nanti setiap titik akan saya coba untuk buat Cascade Storynya. Cascade Story adalah metode bercerita yang memanfaatkan scroll mouse atau geser atas bawah di handphone. Silakan mampir di web map saya. Tolong kabari kalau ada ide kira-kira apa yang harus ditambahkan.

Picture1

Geowisata Bandung Barat Daya

Picture1

Felsenmeer Odenwald

Gak kerasa saya kerjain ini hampir dua hari, tapi seru. Kalau mau belajar silakan buka youtube. Sudah banyak banget tutorial tentang cara pakai Story Maps.

Praktikum Proses Infiltrasi TU Darmstadt

Hari ini di mata kuliah Proses di Zona Tanjenuh Air dan Imbuhan Air Tanah (Unsaturated Zone Processes / Groundwater Recharge), kami melakukan kegiatan lapangan sederhana untuk melihat bagaimana air meresap di zona tanjenuh. Caranya sederhana, kami menaburkan serbuk pewarna pekat ke dalam air, kemudian membiarkannya meresap melalui filtrometer (pewarna yang digunakan adalah pewarna makanan bukan pewarna tekstil). Setelah setengah jam, kami menggali tanahnya dan melihat bagaimana proses air meresap di dalam tanah.

(Profil tanah setelah diresapkan air berwarna pekat. Foto oleh: Juanita Sierra)

Ternyata air tidak meresap secara homogen. Hal ini sangat mudah untuk dimengerti karena tanah tidak bersifat homogen. Terutama di bagian atas di mana terdapat akar-akar dan jalur cacing atau sarang semut. Hal ini kemudian menjadi penyebab permeabilitas tanah bersifat sangat heterogen. Mudah dimengerti tapi kemudian akan sangat rumit ketika kita mencoba memodelkannya.

Kenapa praktikum ini penting?
Proses pengimbuhan air tanah adalah proses yang sangat penting. Dalam manajemen air tanah yang berkelanjutan, kita harus paham betul berapa banyak air yang masuk ke dalam akuifer kita. Kemudian bagaimana kondisi fisik dan kimia dari lapisan tanah yang dilewati. Seberapa cepat ia lewat, seberapa banyak yang diserap tanaman dan yang menguap kembali ke atmosfer. Hal-hal itu harus dipertimbangkan dalam menyusun neraca air tanah.

Selain menguji penyerapan air melalui penjejak warna, kami juga mengambil sampel tanah terganggu dengan menggunakan bor tangan dan sampel tak terganggu dengan menggunakan coring sederhana. Sampel ini kemudian akan dianalisis di laboratorium untuk mengetahui persebaran ukuran butir dan densitas tanahnya. Kami juga melakukan pengujian menggunakan Infiltrometer Cincin Ganda untuk menguji laju infiltrasi.

Begitulah bagaimana pengajaran di luar kelas menjadi komplemen pengajaran di dalam kelas. Sangat menarik dan membuka wawasan.

Rangkuman Buku Agrogeology : Rocks for Crops

Saya ingin berbagi mengenai tugas kuliah saya dulu. Isinya adalah rangkuman dari bab pendahuluan sebuah buku judulnya Agrogeology : Rocks for Crops. Buku ini ditulis untuk menjawab tantangan kebutuhan pangan yang luar biasa besar di masa yang akan datang. Meskipun studi kasus dilakukan di Afrika yang sulit jika dianalogikan sama dengan Indonesia, namun semangat untuk meneliti tentulah harus ditiru. Dengan visi Pak Jokowi untuk swasembada pangan dalam 3 tahun dan tentu seterusnya, maka pertanian yang berkelanjutan harus menjadi prioritas. Dengan itu tentu saja harus diterapkan segala disiplin ilmu agar didapatkan hasil yang maksimal.

Berikut rangkuman saya:

Sistem agrikultur yang berkelanjutan dan produktif adalah salah satu kebutuhan fundamental sebuah Negara dalam perkembangannya. Di Negara-negara Afrika sub-Sahara, lebih dari 50% populasinya bergantung pada agrikultur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, yang secara makro terhitung berkontribusi >30% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Agrikultur adalah sumber utama penghasilan, pekerjaan, ketahanan pangan, dan upaya survival dari populasi umum. Namun saat ini pertumbuhan dari produk agrikultur relatif tetap sedangkan pertambahan populasi tumbuh lebih cepat dari produksi pangan. Hasilnya adalah penurunan produksi pangan per kapita, yang berkontribusi terhadap defisit pangan dan kelaparan. Pada umumnya petani afrika diklasifikasikan sebagai kalangan miskin karena kesulitan modal, lahan, buruh, dan dengan penghasilan harian per kapita <US$1. Angka ekspektasi hidup pun sangat rendah di Afrika, sebagai contoh di Guinea-Bissau, Madagaskar, Malawi, Rwanda, Sierra Leone, Uganda, dan Zambia, angka ekspektasi hidup <42 tahun. Hasilnya adalah Negara Afrika sub-Sahara memiliki proporsi tertinggi dari anak kekurangan gizi di dunia.

Penduduk di daerah Afrika sub-Sahara pada umumnya bergantung pada tanah dan hujan untuk mendukung produksi agrikultur. Tanah adalah basis dari upaya mereka untuk bertahan, untuk menjamin ketahanan pangan, dan bekerja. Namun di hampir semua daerah di Afrika, tanah mengalami eksploitasi yang berlebihan. Untuk kesuburan tanah yang berkelanjutan, perlu dilakukan penambahan nutrisi tanah dengan jumlah yang sesuai penggunaan nutrisi tersebut oleh tumbuhan. Namun pada hampir semua daerah di Afrika, lebih banyak nutrisi tanah yang dipakai daripada yang ditambahkan. Konsekuensinya adalah nutrisi tanah seolah-olah “ditambang” (Van der Pol, 1993). Selain itu, banyak area yang tidak terlindungi dari ancaman erosi sehingga tanah seolah-olah digerus dari ladang petani. Dalam beberapa dekade ke belakang, produktivitas tanah terus menerus berkurang. Laju penipisan tahunan di sub-Sahara mencapai 22kg nitrogen, 2.5 kg fosfor, dan 15 kg potassium per hektar tanah yang dibudidayakan. Nilai ini ekuivalen dengan US$ 4 miliar pupuk (Sanchez, 2002). Penurunan kualitas tanah ini disebut-sebut oleh banyak saintis sebagai penyebab biofisik utama dari penurunan produksi pangan di sub-Sahara (Sanchez dkk, 1997; Sanchez, 2002).

Kebutuhan akan produktifitas agrikultur yang berkelanjutan untuk periode waktu yang lama kemudian dijawab dengan pelatihan manajemen efektifitas tanah, air dan nutrisi yang efektif. Untuk menjawab tantangan kebutuhan pangan di Negara sub-Sahara, diperlukan usaha yang keras dari berbagai tingkat masyarakat, individu, komunitas, nasional, dan bahkan internasional. Hal ini karena masa depan generasi muda bertautan erat dengan adanya ketahanan pangan yang berkelanjutan dan juga adanya pangan yang bernutrisi dan cukup untuk dikonsumsi semua orang.

Untuk meningkatkan produktifitas tanah, produktifitas pangan, dan ketahanan pangan, petani tidak hanya harus menambah kadar nutrisi tanah (pupuk), tapi juga harus meningkatkan kualitas struktur tanah, dan mengurangi kehilangan tanah (erosi). Pemanfaatan pupuk dan juga nutrisi alamiah lainnya merupakan salah satu strategi dalam manajemen sumber daya yang efektif. Penggunaan pupuk yang larut dalam air juga merupakan langkah yang cukup baik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tanah. Namun, penggunaan produk ini juga dibatasi oleh komponen biaya yang tinggi dan juga kurangnya ketersediaan. Hal ini juga karena adanya perubahan kebijakan ekonomi makro di tahun 90an yang menghasilkan liberalisasi produk pertanian dan perang harga juga komersialisasi pupuk bersubsisdi. Hal ini mengakibatkan tingkat penggunaan pupuk menjadi berkurang. Secara regional, penggunaan pupuk per hektar sangat rendah yaitu <5 kg pupuk cair per hektar, yang merupakan rata-rata penggunaan terendah di dunia.

Kebutuhan untuk mengurangi kemiskinan, meningkatkan ketahanan pangan, dan melindungi lingkungan memerlukan usaha yang lebih luas dan lebih substansial, dan lebih berinovasi. Sanchez dan Leakey (1997) menyebutkan tiga kebutuhan penting untuk meningkatkan produksi agrikultur per kapita untuk petani berlahan kecil, hal ini meliputi kebijakan dan peningkatan infrastruktur lingkungan (meliputi pendidikan, fasilitas kesehatan, kredit, pasar, dan servis). Juga perlu ada upaya melawan pengurangan kesuburan tanah seperti dengan intensifikasi dan diversifikasi penggunaan lahan.

Riset dan pengembangan tanah pada umumnya hanya fokus pada isu teknikal. Tapi faktor non-teknis seperti sosial, ekonomi, dan politik juga penting. Situasi di kebun cukup kompleks sehingga solusi teoritis seringkali sulit untuk diaplikasikan. Salahsatu yang bisa dilakukan adalah studi mengenai nutrisi agrikultur.

Nutrisi agrikultur meliputi pupuk, kesuburan, dan sumber daya geologi (agromineral) yang berpotensi menambah produktifitas tanah. Agromineral secara natural merupakan material geologi yang terbentuk di dalam tanah dan bisa digunakan dalam sistem produksi pangan untuk menambah kesuburan tanah. Agromineral yang mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan biasa disebut sebagai “pupuk batuan” (Benetti, 1983; Appleton, 1990), kadang pula disebut “petrofertilizer” (Mathers 1994; Leonardos dkk, 1987, 2000), yaitu batuan dengan komposisi yang berbeda.

Istilah agromineral digunakan disini dan memiliki arti yang luas. Itu termasuk pula batuan penyedia nutrisi seperti batuan fosfat, nitrogen, garam potassium, dll. Juga termasuk “soil amendment” termasuk batugamping dan dolomite dan juga batuan silikat. Sumber daya geologi batuan ini pada umumnya mampu memberikan nutrisi pada tanah pada periode waktu yang cukup lama. Agromineral juga termasuk pada batuan dan mineral yang meningkatkan status fisik tanah. Misalkan perlit digunakan untuk menambah tingkat aerasi pada media tumbuh buatan di rumah kaca. Vermikulit dan zeolit adalah mineral yang mampu menampung dan melepas nutrisi dan moisture secara perlahan. Dan batuan volkanik scoria dan pumis mampu membantu mengurangi evaporasi.

Secara konvensional, pupuk kimia hasil industri berbentuk cairan dan mengandung nutrisi dalam konsentrasi yang cukup tinggi, kecuali pada beberapa pupuk nitrogen Sedangkan agromineral pada umumnya hanya dimodifikasi secara fisik dengan dihancurkan atau digerus. Yang sering digunakan juga adalah penggabungan antara metode kimiawi dengan agromineral.

Kini, banyak institusi sains nasional ataupun internasional yang mengumpulkan data-data mengenai kegunaan mineral-mineral. Namun data yang umum adalah data mengenai kegunaan unsur metal. Data-data mengenai agromineral masih tersebar dimana-mana sehingga perlu pendekatan yang komprehensif mengenai aset nutrisi tanaman yang mampu disediakan oleh unsur geologi, terutama yang dapat meningkatkan produksi pangan di dunia.

Kegunaan buku ini setidak-tidaknya ada dua, yaitu untuk merangkum peran potensial batuan dan mineral dalam meningkatkan produktifitas tanah, yang kedua adalah untuk menjadai khazanah pengetahuan dalam memahami sumber daya agromineral untuk 48 negara di selatan Sahara, Afrika.