Memahami Urban Heat Island di Bandung Menggunakan Google Earth Engine

Hari Rabu nanti, 17 Juli 2019, kakak saya, Muhamad Riza Fakhlevi, akan mempresentasikan makalah kami yang berjudul “Analisis Fenomena Pulau Panas Perkotaan di Kota Bandung Menggunakan Google Earth Engine”. Makalah ini kami daftarkan ke Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2019 (Sinasinderaja), yang akan diselenggarakan di Margo Hotel, Depok.

Saya pernah membahas mengenai apa yang kami tuliskan dalam makalah ini dalam tulisan Bandung Hareudang. Tulisan ini adalah kelanjutan dari tulisan tersebut, juga merupakan rangkuman dari apa yang akan kami presentasikan nanti di Depok.

Kenapa Harus Riset Urban Heat Island (UHI)?
UHI ini isu penting perkotaan. Menurut Bank Dunia 52% penduduk Indonesia tinggal di perkotaan. Tahun 2025, diperkirakan persentasenya akan meningkat hingga 68%. Kota sebagaimana yang kita tahu, suhunya lebih panas karena ketiadaan pepohonan. Selain itu dengan ancaman perubahan iklim, kota semakin terancam tidak mampu menanggulangi panas ekstrim, yang di beberapa tempat terbukti mematikan.

Di Eropa misal, pada tahun 2003 terjadi gelombang panas mematikan yang menewaskan hingga 70 ribu orang! (Jean Marie Robin dkk, 2008)

Oleh karena itu, penting bagi setiap kota untuk memahami karakteristik daerahnya. Penting untuk setiap kota memahami variasi spasial dan temporal suhu di daerahnya, sehingga bisa mengantisipasi segala macam kemungkinan.

Urban Heat Island di Bandung
Penelitian UHI di Bandung sudah sangat banyak. Misal penelitian dari Tursilowati (2005) yang menyatakan bahwa perubahan suhu di Bandung terjadi akibat perubahan peruntukan lahan. Penelitian lain misal dari Paramita dan Fukuda (2014) yang menyatakan bahwa terjadi perubahan panas yang signifikan di daerah urban di Bandung. Penelitian lain misal adalah makalah tesis dari Inu Kusuma Wardana dari ITC, Twente (2015) yang menggunakan data satelit untuk membandingkan suhu dan tutupan lahan di Kota Bandung sejak tahun 1994 hingga tahun 2014. Widya Ningrum dan Narulita (2018) menyatakan bahwa suhu rata-rata Kota Bandung meningkat sebesar 1,3 derajat Celcius antara tahun 2005-2016.

Dari sekian banyak penelitian ini, lantas apa yang berbeda dari makalah kami?

Kami mencoba cara baru mengolah data citra satelit. Biasanya untuk meneliti suhu permukaan, orang membandingkan citra satelit dari tahun-tahun tertentu. Misal satu gambar dari 2005, satu gambar dari 2010, kemudian satu gambar dari 2015, lalu dibuat perubahannya, kecenderungannya, dan lain sebagainya. Orang harus mengunduh citra satelit, kemudian menggunakan piranti lunak pengolah data citra satelit, seperti ArcGIS, Erdas, SNAP, QGIS, dll.

Cara ini tentu valid dan sudah mapan. Sudah sangat banyak penelitian suhu permukaan dilakukan dengan cara ini. Tapi cara ini punya kelemahan, yaitu tidak bisa menganalisis data yang sangat banyak, karena keterbatasan kemampuan komputer memproses data.

Apalagi di zaman sekarang, ketika data citra satelit semakin tinggi resolusi spasial dan resolusi temporalnya. Di zaman sekarang, di era Big Data yang semua serba cepat dan serba internet. Cara yang saya sebut di atas semakin tertinggal sehingga kita harus pindah ke cara baru, yaitu dengan memanfaatkan komputasi awan.

Apa itu komputasi awan?

Komputasi awan adalah sebuah teknik menggunakan jaringan internet untuk menyimpan, mengatur, dan memproses data, alih-alih menggunakan jaringan lokal atau komputer pribadi kita.

Di bidang inderaja, ada Google Earth Engine (GEE) yang memberikan layanan gratis pemanfaatan komputasi awan untuk mengolah data citra satelit. Komputasi awan ini sangat powerful. Komputer super google mampu mengolah data ratusan bahkan ribuan gigabyte dengan cepat. Kita hanya tinggal menulis naskah pemrograman yang berisikan perintah-perintah yang ingin dikerjakan, lalu komputer GEE akan melakukannya dan kita akan diberikan hasilnya.

Dengan menggunakan komputasi awan GEE, kami bisa menganalisis 125 citra satelit Landsat 8 di daerah Cekungan Bandung dari tahun 2013 hingga sekarang. Semuanya dilakukan dengan GEE.

Data dan Metodologi
Hebatnya GEE adalah berbasis kode. Para pengembang GEE atau mereka yang sudah mempublikasikan makalahnya tentang GEE, biasanya membagikan kode mereka. Karena kode ini dibagikan, orang bisa melihat dan mempelajari kode ini.

Kami mengadaptasi kode yang dikembangkan seorang peneliti dari Amerika bernama Anthony Cak. Ia melakukan penelitian Land Surface Temperature di Amazon. Kodenya ia bagikan di githubnya. Saya mengirim surel kepada Pak Cak ini untuk meminta izin menggunakan dan memodifikasi kodenya. Beliau mengizinkan.

Kode dari Cak, kami modifikasi dan kode ini bisa diakses pada tautan berikut. Di dalam kode ini terdapat banyak fungsi, misal fungsi menentukan area penelitian, fungsi menghitung nilai Normalized Difference Vegetation Index (NDVI), fungsi memilih jenis satelit, interval penelitian, filter awan, dll. Kode ini juga kami terjemahkan sebisa mungkin agar bisa dipahami oleh semua orang. Data-data dan kode kami simpan di dalam repositori yang bisa diakses semua orang di tautan berikut: https://github.com/malikarrahiem/urbanheatislandbandung.git

Hasil dan Diskusi
Tak banyak hal baru yang kami temukan dalam penelitian ini. Hampir semua hasil merupakan hal yang lumrah dipahami semua orang. Suhu di Bandung lebih panas daripada daerah di sekitarnya. Suhu di kota lebih panas daripada suhu di hutan kota, dan suhu di hutan kota lebih panas daripada suhu di hutan.

peta persebaran suhu permukaan tanah Kota Bandung tahun 2013-2018

Hal baru yang kami tunjukan adalah bahwa hal ini bisa diperoleh dengan waktu waktu singkat saja. Sekali klik Ctrl+Enter menggunakan Google Earth Engine. Hebatnya lagi data ini dapat dengan mudah dimodifikasi dan jika Anda berminat, Anda bisa praktikkan di mana saja di seluruh dunia.

Prasyaratnya tentu adalah kemampuan memahami cara bahasa pemrograman Java bekerja. Tapi sebenarnya itu juga bukan hal yang sulit karena sudah begitu banyak tutorial dan panduan tersedia.

Dengan menggunakan GEE, kami bisa memangkas waktu sangat banyak, tanpa perlu komputer yang hebat atau kapasitas harddisk yang besar. Kami tidak perlu mengunduh apa pun. Kami hanya perlu akses internet agar bisa mengakses Google Earth Engine dan voilaa, skrip kami berjalan seperti sihir.

Hal lain yang kami temukan adalah bagaimana pentingnya replikabilitas dari suatu penelitian ilmiah. Kami belajar dan mengulik bagaimana naskah Java Anthony Cak bekerja, bagaimana teori yang melandasinya, dan kami bisa membuat makalah ini dengan begitu mudahnya. Dan Anda pun pasti bisa. Kami sadar pentingnya keterbukaan data dan pentingnya memberi kemudahan orang mengakses dan mereplikasi penelitian kita. Ini mempercepat perkembangan sains dan akan memberi keuntungan bagi semua orang.

Big Data Remote Sensing dan Sustainable Development Goal
Melalui penelitian ini, kami ingin menunjukkan bahwa komputasi awan bisa merevolusi teknik pengolahan data citra satelit. Kita tidak lagi terbelenggu oleh kapasitas komputer. Kita bisa mengolah data yang begitu besar, asal kita tahu data kita mau diapakan dan kita mampu menerjemahkan keinginan kita itu ke dalam bahasa yang dimengerti oleh GEE, yaitu bahasa pemrograman Java.

Kita bisa membuat satu naskah yang sama, tapi misal untuk seluruh Indonesia. Kita bisa membuatnya untuk menganalisis data dengan interval panjang bertahun-tahun. Batasan kita hanyalah imajinasi. Ketika kita mampu berimajinasi cara mengolah data, maka kita bisa melakukannya. Kita hanya perlu berkreasi dan berinovasi.

Dalam dunia yang penuh tantangan dan kewajiban kita untuk mewujudkan Tujuan Pembangungan Berkelanjutan 2030, kita harus memanfaatkan segala fasilitas yang ada. Kita harus memanfaatkan big data inderaja yang luar biasa besar. Tapi kita begitu terbatas dalam memanfaatkan big data jika kita masih menggunakan cara-cara lama yang konvensional.

Kita perlu cara-cara baru. Kita perlu teknik-teknik mutakhir, dan makalah kami ini bertujuan untuk menunjukkan itu.

Semoga bermanfaat.

Salam

Silakan mampir di repositori makalah ini di:

https://github.com/malikarrahiem/urbanheatislandbandung.git

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *