Doa Pagi Hari Junghuhn

Dalam buku Licht und Schattenbildern aus dem Innern von Java (Cahaya dan Bayang-Bayang dari Jawa), Franz Junghuhn menuliskan tentang tafakurnya terhadap terbitnya matahari. Tulisan ini berlatarkan matahari terbit di suatu bukit di sekitar Desa Garung, yang berada di sekitar Garut Selatan. Kejadiannya mungkin setelah tahun 1845. Saya rasa proses berpikir Junghuhn ini sangat kaya akan makna dan layak untuk dipraktikkan. Berikut terjemahannya:

Oh matahari yang agung, tiada lain engkau adalah salah satu ciptaan Tuhan yang Abadi, yang hanya dengan satu sapuan saja mampu untuk memintal ribuan benang. Aku menyambutmu sebagai simbol terindah bagi kami para penduduk bumi. Engkau adalah mukjizat Tuhan yang selalu diperbaharui, karena cahayamu kembali setiap pagi selama ribuan tahun tanpa henti, bersama gerakanmu semua ikut bergerak. Bumi kami terikat kepada massa-mu, tidak mungkin tanpamu bumi bisa berputar. Tanpamu tidak mungkin ada musim, tidak mungkin ada siang dan malam. Kamu adalah segalanya bagi seluruh kehidupan di bumi. Kamu sebarkan cahaya dan membuat semua menjadi kentara. Tanpamu kami tak perlu punya mata, karena tak ada cahaya yang kami lihat. Cahayamu membentuk segala keindahan di bumi, memberikannya warna, memanjakan mata. Ya dengan cahaya kamu memberikan kehangatan, melembutkan yang keras menjadi lembut dan elastis. Bagaimana mungkin bumi bisa bergerak tanpamu? Bagaimana kami bernafas tanpa udara, dan bagaimana kami bisa mendengar jika tak ada suara? Bagaimana tanaman bisa tumbuh, sungai bisa mengalir, dan awan serta angin bisa berhembus? Tanpa kehangatan energimu, keindahan cahayamu, yang membuat segala hal menjadi mungkin. Semua pergerakan binatang dan tumbuhan, segalanya tergantung kepadamu. Ya, bahkan listrik di langit pun tunduk padamu, sehingga kamulah penguasa petir. Hanya dalam semalam tanpa matahari saja kita bisa rasakan suhu udara turun, padahal kemarin masih mengambang di udara sebagai uap. Kini semua turun ke tanah sebagai embun. Sekarang ribuan tetes masih menggantung di ujung daun. Tidak ada angin, tapi sampai kapan. Planet ini adalah dalam gerakan rotasi yang abadi.

Seluruh permukaan lembah dan pegunungan telah tersinari cahayamu. Bentang alam ini mulai bergetar dan menguapkan seluruh embun yang ada di dalamnya. Sama seperti manusia dan seluruh binatang ciptaan, semua begitu antusias menyambut cahayamu. Semua mulai bergerak lagi, seperti jutaan kuncup tanaman yang mulai bermekaran, juga air dan udara semua terikat dalam gerakan. Kemudian udara dari lapisan terbawah bumi semakin menipis dan menjadi makin ringan karena panas darimu. Udara ini naik ke atas, mulai dari tanah gundul hingga ke pegunungan tinggi yang diselimuti hutan. Laut tidak akan terhangatkan serupa dengan daratan, sehingga ada berbagai macam perbedaan jenis udara di berbagai tempat di negara ini. Udara dingin yang lebih berat mengalir menuju atmosfer yang lebih renggang. Ketenangan yang kini terasa di udara tak akan lama terganggu oleh angin yang berhembus dari puncak-puncak pohon. Pada saat yang sama, embun akan menguap dan naik sebagai uap air menuju lapisan udara yang lebih dingin. Hal ini akan mengakibatkan kenaikan suhu dan penambahan tekanan uap air. Listrik di langit akan terbangun, guntur akan bergemuruh, hujan akan menyirami lahan, dan aliran sungai akan mengalir deras menuruni undakan-undakan dari pegunungan. Banjir akan membawa batang kayu melewati celah. Semua perubahan yang terjadi di muka bumi ini, segalanya terjadi karenamu. Kamu bersinar begitu terang dan memancarkan cahaya dengan begitu tenang.

Seluruh alur ini sangat penuh dengan harmoni, sehingga tak ada bagian dari proses ini yang terpisah sendiri. Seluruh rantai alur ini tak bisa terbayangkan, jika salah satu bagiannya hilang. Begitu luar biasanya hingga tak hanya keindahannya terlihat oleh mataku, tapi juga suaranya terdengar dalam hati yang paling dalam. Kata-katanya adalah: ”Aku mengenalimu, tujuan tertinggi dari alam. Tidak ada satupun, tidak ada kekuatan apapun yang berdiri sendiri. Segala sesuatu hadir demi yang lain, dan segala sesuatu diatur dengan koherensi berdasarkan hukum sebab akibat. Aku tidak tahu apakah mataku diciptakan untuk cahaya, atau sebaliknya, tapi keduanya hadir untuk satu sama lain.

Lantas jiwa ini, yang hidup di dalam diriku, melalui seluruh indraku, terkait dengan seluruh ciptaan di sekelilingku, yang tidak bisa kubayangkan bisa ku dengar dan ku lihat tanpa cahaya dan suara, sementara cahaya dan suara tak akan terpikirkan olehku tanpa telinga dan mata. Lalu apakah jiwa ini seharusnya ada untuk sesuatu? Bukannya seharusnya jiwa punya hubungan dengan sesuatu yang lain?

Aku bisa memikirkan tentang segala sesuatu yang diketahui atau dirasakan oleh indraku. Aku sadar atas diriku sendiri. Ada saat ketika aku bukan diriku yang sekarang. Begitu lama aku tidak tahu darimana aku berasal, darimana datangnya pemikiran dan jiwa rasional ini berasal? Aku juga tidak tahu kemana aku akan pergi. Aku tidak menjadi diriku sendiri. Di alam bahkan cacing yang paling kecil pun saling memiliki keterkaitan. Apalagi matahari, yang juga saling terkait dengan bintang-bintang lainnya. Itu hanya akan menjadi satu benang, yang tersambung dengan jutaan benang, yang merupakan bagian dari penciptaan, dari sesuatu yang abadi, yang tidak dapat binasa, yang masuk akal. Pastilah satu ruh yang sempurna yang menciptakanku, yang kecil, tidak sempurna. Ruh itu menciptakan dan memberikan jiwa kepada alam, dengan semuanya yang penuh dengan keteraturan, kemanfaatan, dan kebaikan. Ya, Engkau telah menunjukkan Diri-Mu kepadaku dan terus menunjukkan kebesaran-Mu dalam semua ciptaan, dalam dada setiap manusa. Aku terhubung kepada-Mu wahai zat yang abadi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *