Bandung Hareudang – Penelitian Suhu Permukaan Kota Bandung

Bandung yang dingin adalah sebuah kefanaan. Dalam buku-buku nostalgia, banyak dikisahkan cerita tentang Bandung yang dingin, adem, dan nyaman ditinggali. Bahkan ada sebuah memoar terkenal karya Us Tiarsa berjudul Basa Bandung Halimunan, atau jika diterjemahkan berarti Ketika Bandung Berkabut, menunjukkan betapa Bandung sebagai kota yang dingin dan bahkan sering berkabut saking dinginnya.

“Bandung dingin adalah fana, hareudang-lah yang nyata”

Hal inilah yang mendorong saya melakukan penelitian kecil sederhana. Yang sudah banyak dilakukan orang sebelumnya. Hanya sedikit saya modifikasi. Agar ada perbedaan. Ada kebaruan. Saya mencoba memetakan suhu permukaan di Kota Bandung. Memberi bukti, bahwa hareudang itu nyata.

Syahdan NASA (LAPAN-nya Amerika Serikat) dan USGS (Badan Geologi-nya Amerika Serikat) mengirimkan satelit ke atmosfir. Nama misinya Landsat. Mulai dari Landsat 1 tahun 1972, hingga sekarang sudah Landsat 8 sejak 2013, dan nanti Landsat 9 mungkin tahun 2020.

Dari langit satelit ini merekam respon permukaan bumi terhadap radiasi cahaya matahari. Hutan punya respon tersendiri. Kota juga punya. Begitu juga air, sawah, dan berbagai macam bentang alam lainnya.

Setiap 16 hari sekali Landsat 8 ini mengelilingi bumi. Satu titik di gambar yang direkam satelit ini mewakili 0.1 – 1 hektar lahan. Salah satu data yang bisa direkam adalah suhu di permukaan. Yang saya pakai untuk penelitian saya ini.

Selain satelit Landsat, sebenarnya masih banyak lagi satelit lain yang merekam temperatur. Tapi tidak saya pakai. Mungkin nanti. Jika ada waktu dan kesempatan di lain hari.

Citra satelit ini saya saring berdasarkan tutupan awan. Kalau ada awan, tidak ada data suhu permukaan. Yang terekam angka negatif. Sangat dingin karena suhu awan.

Dari tahun 2013 hingga sekarang total ada 125 citra satelit yang berhasil dikumpulkan oleh piranti Google Earth Engine (GEE). Piranti super powerful yang menurut saya harus dikuasai oleh ahli kebumian seperti di tulisan saya yang lalu.

Dengan memodifikasi naskah-naskah pemrograman Java yang tersedia di forum-forum developer GEE, saya membuat peta persebaran suhu permukaan tanah di Cekungan Bandung dan membuat diagram seri waktu suhu di tengah kota, di Baksil, dan di Tahura.

Hasilnya mudah diduga, bahwa suhu di tengah kota lebih tinggi. Kemudian suhu di Baksil, dan paling adem adalah suhu di Tahura.

Peta suhu permukaan tanah rata-rata Cekungan Bandung. Suhu rata-rata 20-22 C.
Peta suhu permukaan tanah rata-rata Kota Bandung dan sekitarnya. Suhu rata-rata 25-26 C.

Fenomena kota yang lebih panas dari daerah di sekitarnya dikenal dengan nama Urban heat island. Ini terjadi di seluruh daerah urban di dunia. Seiring dengan ancaman perubahan iklim akibat ulah manusia, akan semakin sering terjadi suhu ekstrim. Artinya musim panas semakin panas, musim dingin semakin dingin.

Di Kota Bandung, suhu rata-ratanya antara 25-26 C, sementara di Cekungan Bandung suhu rata-ratanya antara 20-22 C. Di titik di kota, suhu rata-ratanya 27.94 C. Di Baksil suhu rata-ratanya 22.57 C. Sementara di Tahura suhu rata-ratanya adalah 19.33 C.

Menurut penelitian dari Widya Ningrum (2018), suhu rata-rata Kota Bandung bertambah 1.3 C antara tahun 2005 hingga tahun 2016.

Penting bagi para perencana kota untuk merespon fenomena Pulau Panas Perkotaan ini agar panasnya Kota Bandung tidak sampai taraf mematikan. Pernah dengar cerita para lansia yang meninggal dunia karena musim panas yang tidak mampu ditahannya? Cerita itu nyata dan terjadi di banyak tempat di bumi kita ini.

Ada banyak penelitian juga yang menunjukkan bahwa orang-orang yang taraf ekonominya kurang, umumnya hidup di wilayah yang lebih panas. Akibatnya mereka lebih rentan terkena dampak fenomena ini.

Data suhu yang saya sajikan di tulisan ini hanyalah data dari satelit. Tingkat akurasinya tidak meyakinkan. Perlu lebih banyak sensor suhu dipasang di darat. Merekam data harian. Agar kita tahu bagaimana kota kita hidup. Bagaimana kota kita ini berdenyut.

Konon saya dengar ada pemasangan sensor suhu di kelurahan-kelurahan di Kota Bandung. Wah ini sangat menarik kalau datanya bisa dielaborasi. Digabungkan dan dianalisis bersama-sama. Lalu kita bisa tahu di mana kekurangan data. Biar kita bisa semakin pahami kota yang kita cintai ini.

Karena aksi itu harus bisa diukur tingkat keberhasilannya. Misal kita menanam sejuta pohon. Apakah itu berhasil atau tidak? Mana kita tahu jika tidak ada pembandingnya. Hanya perasaan saja. Contoh yang paling nyata misal pembuatan sejuta lubang biopori. Apakah itu ada pengukuran dampaknya? Saya kira tidak ada. Maka ya itu seolah gerakan asal saja.

Penelitian Pulau Panas Perkotaan ini masih bisa berkembang jauh lagi. Kita bisa bandingkan setiap kelurahan dan kepadatan penduduknya. Kita bisa bandingkan tingkat pendapatan dan jenis kegiatan dominan yang ada di wilayah tersebut. Kita bisa hitung jumlah ruang terbuka hijau dan membandingkan suhu rata-rata di daerah yang banyak dan sedikit ruang terbuka hijaunya. Dan masih banyak lagi kemungkinan penelitian-penelitian lainnya. Yang seru. Yang membuka mata kita akan fakta-fakta tentang kota yang kita cinta.

Dan Bandung bagiku bukan hanya
masalah wilayah belaka
Lebih jauh dari itu melibatkan perasaan
yang bersamaku ketika sunyi

Pidi Baiq

PS: oh iya penelitian ini sedang saya tulis makalahnya untuk dimasukkan ke http://sinasinderaja.lapan.go.id/, konferensi tahunan yang diselenggarakan LAPAN (NASA-nya Indonesia). Nanti kalau sudah selesai, saya akan bagikan tautan makalah dan juga kode programnya.