Sumber Air Minum Warga Kota Bandung

Minggu ini saya bermain-main dengan data dari http://data.bandung.go.id/dataset. Ternyata ada banyak data yang bisa dipakai untuk buat peta ala-ala.

Di peta ini digambarkan persentase sumber air minum warga Kota Bandung. Sumber air minum warga kota Bandung terdiri dari air kemasan/mineral, ledeng, pompa, sumur terlindung, sumur tak terlindung,, mata air terlindung, mata air tak terlindung, dan lain-lain. Bisa dilihat di gambar bahwa mayoritas warga Kota Bandung membeli air minumnya berupa air kemasan atau air galon.

Hampir di semua tempat, terutama di Bandung bagian selatan, orang-orang membeli air mineral/kemasan sebagai air minumnya. Hanya di beberapa tempat, terutama di Bandung Utara, warga bisa memakai sumber mata air, atau dari sumur.

Memang kita bisa mafhum, karena air kita memang tercemar. Sehingga untuk minum, memang paling aman pakai air galon.

Mungkin jika ada yang membuat penelitian tentang pengeluaran masyarakat untuk air, peta ini bisa disandingkan sehingga kita bisa bikin perbandingannya. Atau bisa juga kita tumpang tindihkan dengan peta kemiskinan dan pendapatan yang datanya juga tersedia di pusat data Kota Bandung.

Dari sini kita bisa ambil kesimpulan. Pantas saja bisnis air galon maju terus pantang mundur. Pasarnya gede betul, hampir 2.5 juta orang di masa depan akan pakai air galon untuk sumber minumnya. Akibatnya perusahaan air makin rajin beli kaveling di sumber-sumber air kita semua.

Mungkin teman-teman banyak yang tidak tahu bahwa PDAM adalah singkatan dari Perusahaan Daerah Air Minum. Sebenarnya mereka punya obligasi untuk menyediakan air minum bagi masyarakat Kota Bandung. Namun entah kenapa sampai kini mereka hanya sediakan air baku, itu pun jaringannya sangat terbatas, mati-nyala-mati-nyala bergiliran komplain di media masa.

Yang menarik sebenarnya, kita bisa pakai data ini sebagai titik awal Kota Bandung berbenah di bidang air. Kita bikin regulasi yang ketat untuk air galon, kualitas tinggi harga murah. PDAM yang menyediakannya.

Jangan seperti sekarang, harga air galon mahal. Misal merk Aqua yang keluarga saya biasa beli 19 ribu satu galon (19 liter, 1000/liter). Sementara di Jerman, di tempat saya tinggal sekarang, air keran yang bisa diminum itu harganya 2 euro per m3, atau 32 ribu per 1000 liter, atau 32 rupiah per liter. Kualitasnya jangan tanya, standarnya ketat, monitoringnya rutin nyaris tanpa cela.

Kalau kita bikin air galon harga 19 liter atau 1 galon = 600 rupiah, kira-kira orang masih mau kah beli Aqua 19 ribu atau VIT 9 ribu rupiah di Alfa? Kalau kita bisa bikin prosesnya bagus, tentu bisa kita kejar harganya segitu.

Jangan lah masyarakat itu dipaksa menyediakan sendiri air minumnya. Jangan kebutuhan penting kaya begitu diserahkan ke mekanisme pasar. Jangan kita dipaksa membeli yang mahal karena ketidakmampuan kita untuk percaya pada pemerintah mampu menyediakan hal yang lebih murah dan terjangkau.

Data ini ke depannya ingin saya tumpang tindihkan dengan data jaringan distribusi PDAM dan sumur-sumur milik warga. Selain itu saya juga sedang mencari data titik-titik sumur pantau di Kota Bandung. Biar bisa membuat peta kedalaman air tanah di Kota Bandung. Barangkali ada yang tahu di mana saya bisa cari datanya, bisa berbagi dengan saya.

Kira-kira bisa berkembang ke mana saja kah data ini, terutama jika dikaitkan dengan kondisi hidrogeologi Kota Bandung?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *