Kembali (Lagi) ke 49 Juta Tahun Yang Lalu di Messel

Hari Kamis, 12 Juli 2018, saya berkesempatan lagi untuk berkunjung ke Messel Pit. Bagi yang belum pernah dengar Messel Pit, bisa mampir ke tulisan saya yang pertama tentang situs ini.

Pada kunjungan pertama, saya hanya berkunjung ke museumnya saja. Padahal inti dari Messel ya pit-nya ini, tempat terbaik di dunia untuk belajar tentang kala Eosen, 49 juta tahun yang lalu.

Kami dipandu oleh pemandu resmi dari pengurus Situs Messel, seorang sarjana geologi dengan spesialisasi paleontologi. Dia bercerita sudah bekerja di Messel sejak 2015. Memang sangat terlihat bahwa ia sangat terlatih untuk memandu, sebuah contoh yang keren bagi pegiat geowisata seperti saya.

20180712_151542

Di Messel, situsnya seperti masuk ke dalam kawah, kita menyusuri jalan yang dibuat melingkar menurun hingga ke dalam situs. Sebenarnya tak banyak yang bisa dilihat karena semua hanya hutan, alang-alang, dan beberapa situs penggalian. Pengunjung tidak dibolehkan untuk mengambil fosil, meskipun ada satu tempat di mana kita bisa melihat batuan dan mengecek apakah ada fosil di dalamnya.

Dengan tempat yang praktis tidak banyak pemandangannya, maka kemampuan si pemandu untuk bercerita sangat penting, dan pemandu kami selain kemampuannya hebat, persiapannya juga mantap.

Selama pemanduan ia membawa banyak gambar berlaminating dengan alur cerita yang sedemikian rupa menarik. Contoh di awal kita berhenti di percabangan jalan. Tidak ada apapun untuk dilihat, hanya pohon dan alang-alang. Lalu ia berhenti dan mengeluarkan gambar, menunjukkan fosil tanaman yang ada di Messel, lalu meminta kami untuk menebak kira-kira ini tanaman apa? Foto yang ia tunjukkan pada kami adalah foto fosil daun lili, itu menjadi petunjuk selanjutnya untuk membuat pengunjung menebak, kira-kira lingkungan Messel 49 juta tahun yang lalu itu seperti apa. Selanjutnya ia mengeluarkan gambar fosil ikan, fosil katak, dan fosil binatang-binatang danau untuk kita menggiring bisa menebak bahwa lingkungan pengendapannya adalah danau.

1280px-palaeoperca_proxima
Fosil Ikan di Messel. By Petter Bøckman – Own work, Public Domain, https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=7061612

Kemudian dia mengeluarkan lagi botol-botol, isinya adalah daun-daun dan bubuk-bubuk. Sang pemandu kemudian meminta kami mencium bau yang ada di dalam botol itu. Petunjuk lainnya adalah, di Messel daun-daun dan bubuk-bubuk itu ada fosilnya. Di Messel ditemukan fosil kakao, kayu manis, dll. Menarik kan?

Saya belajar bahwa penting untuk seorang pemandu untuk mengisi waktu perjalanan dengan materi. Ketika perjalanan cukup jauh atau cukup lama, kita tidak boleh membiarkan pengunjung bosan. Kita harus beri informasi-informasi. Berikan dengan cara yang menarik!

Kami kemudian sampai di tengah pit. Di sini kami berhenti di titik pengeboran untuk mencari tahu ada batuan apa di bawah Messel dan bagaimana sejarahnya evolusinya. Dia menjelaskan lewat gambar yang dipasang di dekat sumur tentang geologi bawah permukaan situs Messel. Situs Messel terbentuk karena letusan gunungapi tipe Maar. Kemudian ia menunjukkan contoh letusan gunungapi tipe Maar.

Di tengah Pit ada beberapa titik penggalian. Waktu kami datang, sedang tidak ada penggalian, kami tidak diizinkan mendekat. Tapi pengurus situs sudah menyiapkan kontainer-kontainer berisi fosil, baik asli maupun replika, dan lagi si pemandu dengan pandainya menjelaskan.

Di situs Messel ditemukan 8 spesies buaya. Bayangkan satu lokasi di selang zaman yang pendek, hanya sekitar 1.5 juta tahun, ditemukan 8 spesies buaya. Selain itu ada juga fosil leluhur kuda yang ukurannya sangat kecil. Ada juga semacam tupai tapi besar. Kemudian ular, kadal, katak, dan yang menarik adalah fosil kura-kura yang sedang dalam posisi kawin. Menariknya dari fosil kura-kura ini, menurut pemandu kami, dari semua fosil kura-kura, mereka menemukan bahwa 25% fosilnya dalam posisi kawin, artinya ada sebuah pola kapan kura-kura itu mati dan memfosil.

grube-messel-pit-pair-of-007
These 49 million-year-old freshwater turtle fossils are believed to have died of poisoning during copulation
Photograph: Jonathan Blair/Corbis

Kemudian hal lain yang menarik adalah saking bagusnya tingkat preservasi fosil, kita bisa mengamati isi perut dari binatang-binatang zaman purba, bagaimana cara mereka makan, bagaimana cara mereka hidup. Satu yang menarik adalah ketika si pemandu menunjukkan fosil kelelawar. Di sini fosil kelelawar bukan hanya tulangnya saja, tapi ada juga jejak sayapnya. Di dalam perut kelelawar itu ada rambut kelelawar. Dia minta kita menebak, kira-kira apa interpretasinya.

Ada yang menebak kelelawarnya kanibal, makan kelelawar juga. Tapi kata pemandu kami itu tebakan yang kurang oke. Sampai keluar tebakan-tebakan konyol, tapi justru mencairkan suasana dan akhirnya si pemandu memberikan interpretasi paleontologinya, yaitu kelelawar itu punya perilaku seperti kucing, mereka suka menjilat badannya dan di badannya ada rambut, sehingga masuk akal bila ada rambut di perutnya.

Di kontainer yang lain, si pemandu menunjukkan pada kami fosil serangga, semacam kumbang. Bayangkan yang memfosil bukan hanya badannya saja, tapi juga warnanya terawetkan. Ini sangat-sangat jarang dan saya merasa sangat beruntung bisa melihatnya. Selain warnanya, ada juga fosil sayap serangga. Kalau sayap burung jangan ditanya, banyak!

800px-prachtkc3a4fer_aus_der_grube_messel
Fosil serangga dengan warna di kulitnya. By Foto: Torsten Wappler, Hessisches Landesmuseum Darmstadt – Hessisches Landesmuseum Darmstadt, CC BY-SA 3.0, https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=3236678

Hingga akhirnya terakhir di tempat favorit saya, yaitu di singkapan. Si pemandu mengajak kami ke singkapan serpih minyak, singkapan yang dulu menjadi tambang minyak, sempat menghasilkan 40% minyak produksi Jerman. Serpih ini sangat aneh, dia sangat tipis dan getas. Batuan paling tipis yang pernah saya lihat. Lebih mirip kayu atau bahkan kertas.

20180712_155025

1024px-messelshalesplitting
Paleontologist is preparing the fossil. By Wilson44691 – Own work, Public Domain, https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=11256926

Di batuan ini, kami semua diberi segenggam batu dan meminta untuk mencari fosil di dalamnya. Sontak saja kami kegirangan dan mulai mencari dengan tekun. Sayang saya tidak berhasil menemukan apa-apa. Hanya teman saya menemukan fosil daun, teman yang lain menemukan sirip ikan. Si pemandu bilang, pernah suatu hari ada yang menemukan fosil utuh, luar biasa. Fosil hasil penemuan kami kemudian dibawa ke kontainer, disimpan di dalam air untuk diawetkan, karena lapisan batu ini sangat mudah hancur. Jika terpapar panas maka akan cepat hancur.

Jalan-jalan di Messel adalah pengalaman luar biasa buat saya. Untuk kali pertama berkunjung ke situs geologi yang dikelola secara profesional dan dipandu oleh pemandu yang juga profesional memberi saya pengetahuan baru tentang geowisata. Ada begitu banyak cara untuk mengelola situs geowisata, tapi yang paling utama adalah kemauan kita untuk memahami apa yang kita punya untuk kemudian membagikannya pada orang lain. Situs Messel adalah contoh, tanpa peran dari paleontolog untuk melindungi situs ini, mungkin 40 tahun lalu situs ini berubah jadi tempat pembuangan sampah dan tak akan ada cerita ini. Tapi karena ada keinginan untuk menjaga dan mengonservasi, maka jadilah situs Messel, situs terbaik di dunia untuk kembali ke 49 juta tahun yang lalu.

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *