Mencari Singkapan Danau Bandung

Hampir semua sudah tahu bahwa Dataran Bandung dulunya adalah suatu danau purba raksasa. Legenda ternama di Bandung, yaitu Legenda Sangkuriang berkisah tentang Pembendungan Ci Tarum untuk membuat danau dalam satu malam. Yang mana menjadi sasakala, atau asal usul kejadian dari Bandung. Sejak zaman Belanda, fakta tentang Danau sebagai bagian sejarah Bandung bahkan telah dijadikan sebagai identitas kota. Gambar danau menjadi bagian dari logo kota Bandung pada zaman kolonial dan juga sekarang. Kabupaten Bandung pun sama, memasukkan unsur danau ke dalam logonya.

Jika orang-orang ditanya, di mana jejak danau itu berada? Kebanyakan akan menjawab dengan mengaitkannya pada toponimi daerah-daerah yang ada di Bandung. Dulu Bandung adalah danau, buktinya ada banyak situ, misal Situ Aksan. Ketika danau mengering, maka menyisakan rawa, yang dalam bahasa Sunda disebut sebagai Ranca. Maka dari itu banyak toponimi yang menggunakan kata Ranca, misal Rancabadak, Rancabolang. Topik terkait hal ini dibahas sangat renyah oleh Pak T. Bachtiar dalam bukunya Toponimi, Susur Galur Nama Tempat di Jawa Barat.

Meski demikian, sebenarnya tempat-tempat itu sudah tak menyisakan sama sekali bentuk-bentuk danau. Hampir semua sudah diurug dan diubah menjadi pemukiman atau perkantoran. Hingga mungkin kita jadi bingung, di mana sebenarnya jejak danau itu bisa kita lihat langsung dengan mata kepala sendiri?

Danau Bandung Purba sendiri, seperti namanya, hanya ada di masa lampau. Danau ini terbentuk karena aktivitas tektonik, yang mengakibatkan Bandung membentuk cekungan, menghambat air bisa mengalir. Ini terjadi sekitar 135 ribu tahun yang lalu. Ditambah lagi dengan letusan Gunung Tangkubanperahu yang membendung Ci Tarum sekitar 105 ribu tahun yang lalu mengakibatkan naiknya muka danau cukup tinggi. Namun ternyata catatan geologi menyatakan bahwa tak selamanya danau ini ada. Selama lebih dari 100 ribu tahun antara 135-20 ribu tahun silam, setidaknya ada 4 fase danau. Jadi danau ini pernah kering juga, namun kemudian terisi lagi, lalu kering lagi, dan seterusnya. Keringnya danau secara permanen terjadi sekitar 20 ribu tahun silam, pada masa Glasial terakhir. Pembahasan mengenai Danau Bandung bisa dibaca pada buku The late quaternary evolution of the Bandung Basin, West-Java, Indonesia karya Rien Dam, 1994.

Kembali lagi ke pertanyaan, di mana kita bisa menemukan singkapan danau Bandung yang baik?

Dari berbagai referensi, danau Bandung Purba elevasi tertingginya berada antara 690-725 mdpl. Pada elevasi inilah maksimal kita bisa menemukan endapan danau. Maka kita bisa mencari singkapan endapan danau pada elevasi di bawah ini. Sebaiknya kita menghindari mencari pada elevasi-elevasi antara 690-725 mdpl, kenapa? Karena pada elevasi tinggi ini, kita akan sulit menemukan singkapan yang baik, gara-gara masih ada pengaruh dari endapan-endapan sungai atau kipas aluvial.

Prof. Koesoemadinata dalam makalahnya pada tahun 1981 berjudul Stratigrafi dan Sedimentasi Daerah Bandung mengelompokkan endapan danau ke dalam Formasi Kosambi, dengan lokasi tipe di sungai kecil di sekitar Kosambi, Cikudapateuh, Bandung. Lokasi tipe artinya adalah lokasi di mana formasi geologi ini tersingkap baik.

Saya mencoba mengunjungi sungai di sekitar Kosambi, namun hanya menemukan singkapan batuan yang berbutir kasar, mungkin pasir kasar. Dugaan saya batuan di sini merupakan batuan vulkaniklastik rombakan dari letusan Gunung Tangkubanperahu. Memang deskripsi litologi Formasi Kosambi tak hanya batuan endapan danau saja, melainkan juga batulempung gunungapi, batulanau gunungapi dan batupasir gunungapi. Mungkin yang di daerah Kosambi itu adalah yang batupasir gunungapi.

Saya mencoba mencari lebih ke hilir, yaitu di Jembatan Ci Kapundung di sekitar Jalan Pungkur, belakang Universitas Langlangbuana. Di dasar sungai tersingkap batuan, namun sekilas batuan ini terlihat cukup keras, sehingga saya menduga ini masih berupa batupasir gunungapi.

Singkapan paling baik akhirnya saya temukan di Ci Kapundung pada segmen antara Jalan Soekarno-Hatta – Batununggal, tepatnya di tepi jalan Sukaati, sekitar Puskesmas Mengger. Agak ke hulu dari titik singkapan ini, Ci Kapundung dibendung, alirannya dialihkan ke kanal yang ada di tepi jalan. Karena ada bendungan, debit air sungai di tempat singkapan ini berada menjadi kecil. Singkapan menjadi terbuka dengan baik.

Di titik yang kondisinya sekarang ini agak menyedihkan, tersingkap batuan lempung, yang merupakan jejak endapan danau Bandung Purba. Batuannya berwarna abu gelap, berlapis tipis, cukup mudah dihancurkan. Dalam 10 tahun saya tertarik mengeksplor Cekungan Bandung, baru kali ini saya melihat singkapan Danau Bandung di bagian timur Cekungan Bandung. Sebelumnya saya melihatnya di sebelah barat, tepatnya di sekitar Cililin. Sehingga saya pikir tempat ini cukup penting untuk sejarah geologi Kota Bandung.

Seperti yang saya bilang tempat ini menyedihkan. Di tepi jalan berdiri bangunan-bangunan pengepul rongsok/sampah, yang bangunannya membelakangi sungai. Di sungai banyak sampah-sampah berserakan. Kita bisa lihat juga mulut-mulut pipa pembuangan mengarah ke sungai, melimpasi dengan limbah. Limbah apapun itu. Tak ingin saya membayangkan atau menceritakannya.

Pada titik singkapan ini, setahu saya belum ada orang yang melaporkannya. Mungkin ada peneliti geologi sebelum saya yang pernah mengunjungi titik ini. Karena itu saya berani mengklaim bahwa saya yang pertama menuliskan tentang titik ini ke dalam media daring. Saya ingin mencoba memberikan makna bagi tempat ini, menginterpretasi mengenai informasi yang disimpan di sini, sehingga orang bisa mengetahuinya. Mengapresiasinya.

Ada beberapa pelajaran geologi yang bisa kita pelajari di sini. Yang pertama adalah bagaimana sedimen sungai berkembang mulai dari hulu ke hilir. Jika kita menyusuri Ci Kapundung sejak Maribaya hingga ke Sukaati, kita bisa melihat perubahan yang kentara dari batuan yang menyusun sungai ini. Di Maribaya kita akan temukan batuan lava basalt, yang menerus hingga ke Curug Dago. Dari Curug Dago hingga ke Cihampelas kita akan temukan endapan lahar dan endapan sungai yang berukuran besar. Bongkah-bongkah basalt yang membundar. Kemudian semakin ke hilir dari Cihampelas hingga ke Braga dan Pungkur, kita akan temukan endapan pasir gunungapi. Lalu menjadi endapan lempung di Sukaati. Sejauh yang saya tahu, ke arah hilir hingga ke muara Ci Kapundung di Dayeuh Kolot, tidak ada lagi singkapan yang tersingkap.

Pelajaran yang kedua adalah mengenai Danau Bandung itu sendiri. Bayangkan berapa lama yang dibutuhkan untuk mengendapkan lempung membentuk singkapan yang kita lihat sekarang. Kemudian kita bisa berimajinasi tentang tinggi kolom air yang menggenangi kawasan tempat kita berdiri, jika kita asumsikan bahwa permukaan danau ada pada elevasi 690-720 mdpl. Titik ini ada pada elevasi 676 mdpl, maka kita bisa membayangkan tinggi kolom air antara 14-44 meter!

Jika ingin menelusuri lebih jauh tentang endapan danau, maka kita bisa membuka buku Evolusi Geologi Kuarter Cekungan Bandung yang ditulis oleh Rien Dam. Endapan danau ini menyimpan catatan perubahan iklim purba, beberapa kali siklus glasial-interglasial, yang berguna untuk merekonstruksi keadaan masa lampau.

Pelajaran yang ketiga, adalah mengenai keadaan lingkungan di Cekungan Bandung. Sangat menyedihkan jika kita mengingat bahwa penghargaan kita terhadap sungai sangatlah minim. Sungai belum jadi urat peradaban kota, melainkan menjadi saluran pembuangan, yang kotor, dan kita punggungi. Padahal kota-kota yang beradab selalu membangun dengan menggunakan sungai sebagai beranda kota. Lihat Frankfurt dengan Sungai Main-nya, Praha dengan Sungai Elbe-nya, London dengan Sungai Thames-nya.

Dari titik ini kita bisa mencoba memperkaya makna yang kita pahami atas Ci Kapundung. Bahwa sungai ini menyimpan informasi yang penting, terkait sejarah pembentukannya, yang bisa dipelajari dan dilihat langsung dengan mata kepala sendiri. Bukan hanya dari toponimi-toponimi saja, yang kini sudah semakin kehilangan identitasnya, karena berubahnya tata guna lahan menjadi kawasan terbangun. Lalu titik singkapan ini bisa menjadi simpul kegiatan geowisata, menjadi lokasi yang menarik untuk dikunjungi, sehingga semakin banyak orang yang peduli.

Kesimpulan

Salah satu singkapan jejak Danau Bandung Purba terletak di Ci Kapundung pada segmen Jalan Sukaati, antara Jalan Soekarno Hatta dan Batununggal. Di sini tersingkap endapan lempung berwarna hitam yang berlapis, yang merupakan jejak endapan danau Bandung Purba.

Singkapan ini sangat baik jika digunakan sebagai salah satu simpul geowisata di selatan Bandung, karena di wilayah ini sangat minim objek geowisata. Kita bisa kembangkan kegiatan ekskursi berjalan kaki, misal dari Batununggal hingga ke Taman Regol di Pasirluyu, dengan perjalanan sekitar 3 km.

Mari ikuti Geotrek: Mengenal Danau Bandung Purba, hari Sabtu 9 Oktober 2021, jam 06:30 – 10:00, titik kumpul di Pool Primajasa Batununggal. Untuk mendaftar bisa lewat

malikarrahiem.com/geotrekdanaubandung

Geotrek: Mengenal Danau Bandung

Mengundang Bapak, Ibu, adik-adik, rekan-rekan sejawat, handai taulan, untuk ikut dalam Geotrek: Mengenal Danau Bandung, yang akan diadakan pada hari Sabtu, 9 Oktober 2021, pukul 06:30-10.00. Terbatas untuk 25 orang. Untuk mendaftar silakan mengeklik tautan berikut:

Rute perjalanan Pool Primajasa Batununggal (start) – Jembatan Cikapundung Batununggal – Jalan Sukaati – Taman Regol Sukaluyu (finish). Materi yang akan dibahas: Cekungan Bandung, Sejarah Danau Bandung Purba, Singkapan Danau Bandung Purba, dan Permasalahan Lingkungan di Bandung.

Pemandunya saya sendiri, Muhammad Malik Ar Rahiem, anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung.

Geotrek ini tidak gratis, tapi bersifat pay as you wish artinya Anda bebas untuk membayar pemandu senilai yang Anda mampu, sebagai apresiasi kepada pemandu. Silakan membayar setelah acara selesai.

Akan ada sedikit menyusur sungai, semoga sepatu tidak basah, tapi perlu siap dengan kondisi ini. Outfit: pakaian yang nyaman, baiknya tidak menjuntai.

Doorprize: 1 eksemplar buku Wisata Bumi Cekungan Bandung karya Budi Brahmantyo dan T. Bachtiar (2009)