Tiang-Tiang Bentukan Alam, Komparasi Irlandia dan Indonesia


Berdasarkan data dari Northern Ireland Tourism Facts 2007 didapatkan angka jumlah pengunjung dari lokasi wisata geologi Giant Causeway sebesar 712.714 pengunjung. Pengunjung yang datang kesini disajikan pemandangan sangat indah dari lava basalt yang mendingin membentuk kolom-kolom raksasa yang menghampar sangat indah untuk dipandang. Dari data yang sama juga didapatkan fakta bahwa Giant Causeway merupakan salah satu tujuan wisata terfavorit di Irlandia.

Dapat kita bayangkan dampak ekonomi yang didapat oleh warga sekitar dengan kehadiran ratusan ribu orang setiap tahunnya. Mereka bisa menjual pernak-pernik, menyediakan jasa pemandu wisata, layanan parkir, penginapan, dan lain-lain. Hal ini menjadi bukti bahwa pariwisata dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitar.

(foto : http://www.irelandblog.net/index.php/2007/08/10/giants-causeway-north-ireland/)

 

Keberadaan situs geologi yang luar biasa ini telah menarik minat masyarakat yang sebelumnya tidak mengenal geologi dan kemudian mencari tahu kenapa bisa terbentuk bentukan yang seperti ini. Bentuk yang simetris membuat orang awam mungkin berpikir bahwa ini adalah hasil pahatan manusia zaman megalitikum. Namun jika kita menjelaskan secara geologi, maka kita akan memahami bahwa bentukan seperti ini merupakan bentuk alamiah dari magma ketika magma tersebut mendingin.

Kekar kolom terbentuk akibat respon tekanan akibat pendinginan lava (Mallet, 1875; Iddings, 1886, 1909; Spry, 1962). Lava merekah akibat pendinginan membentuk rekahan. Setelah rekahan terbentuk, rekahan tersebut berkembang. Perkembangan ini tegak lurus terhadap arah aliran. Bentuk segienam terbentuk diduga karena bentuk ini dianggap sebagai struktur paling stabil di alam, yaitu struktur yang mampu menahan beban lebih baik dari bentuk lainnya seperti yang dapat kita lihat pada struktur sarang lebah.

Publikasi yang wah dan fasilitas yang baik menunjang daerah Giant Causeway ini menjadi lokasi wisata andalan pemerintah Irlandia. Bahkan mungkin tak sedikit dari kita yang bercita-cita ingin pergi kesana melihat langsung panorama kekar kolom tersebut. Hal ini cukup baik untuk memancing rasa ingin tahu dan belajar. Namun kita tak perlu jauh-jauh untuk melihat fenomena ini. Di sebelah selatan Bandung, terdapat perbukitan intrusi Pliosen yang memiliki singkapan-singkapan indah, salah satunya adalah singkapan kekar kolom di dekat Gunung Lalakon.

Lokasi ini dapat kita capai dari arah Bandung menuju Cimahi dan kemudian diteruskan ke arah Nanjung menuju Stadion Si Jalak Harupat atau dari arah Soreang ke arah Cimahi. Di jalan ini kita akan menemui bukit-bukit andesit-dasit yang beberapa telah ditambang oleh warga. Salah satu bukit ini adalah Gunung Lalakon yang sempat heboh di media massa karena dipercaya oleh beberapa kalangan sebagai Piramida. Tepat di samping gunung Lalakon melihat dari arah SPBU Pertamina, singkapan kekar kolom ini kami lihat dan kami abadikan.

 

Kekar Kolom di daerah Perbukitan Selacau-Lagadar. (Foto oleh Muhammad Malik Arrahiem, 2012)

Dapat kita lihat kenampakan luar biasa dari kolom-kolom batuan beku yang terbentuk akibat intrusi dangkal magma pada sekitar 4 juta tahun yang lalu. Bentukan ini sangat menarik untuk diamati dan juga sangat cantik untuk menjadi objek foto. Jika kita bandingkan dengan Giant Causeway tentu sangat jauh berbeda, namun yang menjadi penting adalah bahwa lokasi ini sedang terancam bahaya. Di sekitar daerah ini merupakan daerah tambang aktif dengan tingkat produksi tinggi menelan bukit-bukit intrusi yang tentu menyimpan sangat banyak potensi. Penambangan ini berlangsung terus menerus dan kian menggerus bukit-bukit ini.

Selain dari potensi wisatanya, lokasi ini juga menjadi lokasi pembelajaran yang baik bagi para ahli geologi muda untuk mengenal sifat batuan beku. Maka dari itu saya menghimbau kepada kita semua untuk kembali peduli kepada alam dan tidak berbuat semaunya sendiri tanpa menghiraukan kepentingan lain, baik kepentingan manusia atau pun kepentingan alam.

Lokasi ini mungkin tak akan menjadi sehebat Giant Causeway atau lokasi-lokasi luar biasa lainnya di luar sana, namun apabila kita diamkan dan tak dipedulikan, maka lama kelamaan kita tak akan punya sama sekali warisan alam untuk kita pelajari dan manfaatkan. Oleh karena itu mari kita mengenal lingkungan sekitar kita, lokasi-lokasi menarik di sekitar kita sebelum mengunjungi tempat-tempat di luar negeri sana yang sudah jelas bagusnya. Karena akan menjadi sebuah peninggalan yang bermanfaat bagi generasi penerus kita nanti apabila kita mampu menjaga dan melestarikannya.

Salam Geologi

Muhammad Malik Arrahiem

HMTG “GEA” ITB

Batu Selendang, Sebuah Kisah di Lembah Tahura

Kita sering mendengar kisah tentang letusan dahsyat Gunung Tangkuban Perahu di masa silam, namun seberapa dahsyatnya, seberapa jauh aliran lavanya, seberapa banyak abu yang ditebarkannya tak banyak dari kita yang tahu. Hanya tahu dahsyat tanpa tahu seberapa besar kuantitasnya.

Kenampakan lava yang terlipat-lipat, sangat menarik. (foto oleh Arrahiem, 2011)

Warga Bandung Raya tentu tak asing dengan Taman Hutan Raya Ir. Djuanda atau biasa disingkat Tahura. Suatu hutan yang biasa kita jadikan sebagai lokasi untuk menyegarkan pikiran di akhir pekan setelah sebelumnya berpenat-penat dalam berbagai kesibukan. Lokasi ini menyediakan sebuah pemandangan khas hutan yang tenang dan nyaman serta beberapa jeram yang juga sangat menarik untuk dikunjungi.

Jadi di akhir minggu ini saya melakukan sebuah kunjungan singkat ke Tahura, selain dengan tujuan untuk “refreshing” juga dengan satu tempat yang sangat ingin saya datangi, yaitu lokasi Batu Selendang. Lokasi Batu Selendang ini mungkin hanya segelintir saja yang tahu, bahkan mungkin mayoritas baru mendengarnya. Padahal lokasi ini merupakan lokasi yang sangat menarik untuk dikunjungi karena mempunyai cerita yang luar biasa di dalamnya.

Alkisah 48 ribu tahun yang lalu (Sunardi & Koesoemadinata, 1997), terjadilah sebuah letusan dari Gunung Tangkuban Perahu, gunung yang identik dengan kisah Sangkuriang ini mengeluarkan aliran lava yang sangat banyak dan mengalir sejauh mungkin melalui lembah-lembah sungai di sekitarnya, salah satunya ke Sungai Cikapundung. Sungai Cikapundung ini pada saat letusan, ikut pula menjadi jalur aliran lava, yang kini buktinya terekam pada batuan lava basalt di Sungai Cikapundung, terutama pada aliran di daerah Tahura yang beberapa di antaranya kini telah menjadi jeram-jeram yang sangat menarik untuk dikunjungi, contoh Curug Omas, Curug Lalay, dan Curug Dago.

Dan ternyata tercatat pula pada batuannya, sebuah jejak luar biasa dari efek pendinginan lava encer yang mengalir yaitu yang kini kita sebut sebagai Batu Selendang karena bentukannya menyerupai selendang yang terlipat-lipat.

Batu Selendang dengan koordinat lokasi S 06o50’35.6” dan E107o39’02.4” merupakan suatu fenomena geologi menarik yang tersingkap di bantaran Sungai Cikapundung, batu ini membentuk suatu motif batik seperti tumpukan gulali yang terbentuk akibat aliran lava encer yang jatuh dari suatu tinggian sehingga mengakibatkan hasil sebuah jejak lava yang begitu eksotis karena membentuk pola lipatan berulang-ulang dengan ukuran dan jarak yang sama. Ada lipatan yang lancip dan gemuk yang tergambar secara vertikal. Bila dilihat dari atas, sepintas jejak itu mirip motif batik(T. Bachtiar).

Lava yang terlipat, (Foto oleh Arrahiem, 2011)

Jika kita ingin ke lokasi ini maka kita dapat menyusuri jalan setapak menuju Maribaya dari Pintu Gerbang Utama Tahura kemudian melewati beberapa tanjakan yang cukup melelahkan hingga kita menemukan Curug Lalay, namun saat ini plang penunjuk menuju Curug Lalay sedang dicabut karena jalannya mengalami kerusakan. Batu Selendang ini dapat kita temui sebelum lokasi Curug Lalay, berada di tepian Sungai Cikapundung dipisahkan dengan tebing terjal dari jalanan utama. Bisa juga kita meminta tolong kepada warga sekitar atau petugas dari Tahura untuk menunjukkan lokasi Batu Selendang.

Sesampainya di Batu Selendang maka kita akan melihat suatu fenomena tak lazim yang luar biasa indah, suatu jejak batuan berukuran 5x2m dengan motif seperti selendang yang terlipat-lipat. Di sampingnya mengalir aliran Sungai Cikapundung yang agak kecoklatan dengan bantaran sungai berupa batuan basalt yang indah, hitam mengilap terpapar matahari. Beberapa foto yang saya ambil mungkin tidak cukup untuk mendeskripsikan keindahan yang luar biasa itu. Fenomena ini diyakini mirip dengan fenomena aliran lava di Hawaii, yaitu berupa aliran lava yang sangat encer, yang dalam bahasa geologi tipe lava ini biasa disebut Pahoehoe yang berarti lava yang mengalir bebas. Menurut T. Bachtiar, fenomena ini diyakini sebagai yang pertama kali ditemukan di Indonesia.

Batu Selendang ini merupakan suatu kisah geologi yang harus dijaga kelestariannya, karena ia dapat bertutur tentang kejadian di masa lampau, tentang lava yang encer, tentang jalur aliran lava, dan tentang banyak hal lagi. Diharapkan upaya dari pengurus Tahura untuk mulai menambah informasi kepada pengunjung agar lokasi Batu Selendang ini dapat dikunjungi lebih sering lagi karena selain merupakan sumber informasi, ini juga merupakan tempat yang menarik untuk dikunjungi oleh pengunjung Tahura. Upaya yang bisa dilakukan seperti mulai memasukkan lokasi Batu Selendang pada peta Tahura, memasang plang yang berisi informasi lokasi dan informasi geologinya, dan juga pembuatan jalan atau pagar-pagar pengaman yang aman namun tetap tidak merusak lingkungan Tahura. Dan tentu kearifan dari pengunjung untuk melindungi lokasi yang sangat berharga ini mutlak diperlukan demi terjaganya jejak lava Tangkuban Perahu ini.

Penulis : Muhammad Malik Arrahiem (Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi “GEA” ITB)